Draf RUU Penyadapan: Sadapan Harus Dihancurkan dalam 2 Tahun
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Endri Kurniawati
Jumat, 5 Juli 2019 07:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Draf Rancangan Undang Undang Penyadapan yang tengah dibahas Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat membatasi masa simpan hasil sadap selama dua tahun sejak penyadapan selesai dilakukan. Setelah dua tahun, hasil penyadapan harus dimusnahkan. Hal ini tertuang dalam pasal 15 ayat (2) draf RUU Penyadapan tanggal 2 Juli 2019.
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengatakan aturan ini berlaku sama untuk semua aparat hukum yang melakukan penyadapan, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi. "Iya kalau sudah tidak ada hal yang diperlukan, kalau kasusnya sudah selesai ya harus dihancurkan," kata Supratman di kantornya, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 5 Juli 2019.
Baca juga: Pansus Hak Angket: RUU Penyadapan Bukan Hanya untuk KPK
Menurut Supratman, Dewan beranggapan dalam jangka waktu dua tahun itu kasus yang ditangani oleh aparat hukum sudah rampung hingga putusan pengadilan. Artinya, kata dia, walaupun hasil sadap dihancurkan, aparat hukum bisa merujuk pada fakta-fakta persidangan jika ada pengembangan kasus. "Terhadap orang yang disadap kan sudah ada putusan pengadilan kan, sudah inkracht. Kalau mau dikembangkan atas dasar putusan pengadilan bukti itu sudah cukup," kata dia.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan akan membahas aturan penyadapan bersama Kedeputian Penindakan KPK. Komisi antikorupsi akan mengkaji apakah waktu penyimpanan hasil penyadapan diperlukan lebih lama. "Saya harus bicarakan dulu di kantor dengan Penindakan KPK," kata Syarif melalui pesan singkat, Kamis, 4 Juli 2019.
Draf RUU Penyadapan ini tengah dibahas DPR sebagai salah satu program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2019. Supratman mengatakan DPR menargetkan aturan ini bisa disahkan sebelum periode kerja DPR periode 2014-2019 berakhir Oktober 2019.
Baca juga: MaPPI FHUI: Penyadapan Memang Harus Diatur, Tapi...
Salah satu poin penting dalam draf RUU ini adalah aparat hukum harus mendapatkan izin dari pengadilan negeri untuk menyadap. Penyadapan juga hanya boleh dilakukan mulai tahap penyidikan. Namun dua ketentuan ini dikecualikan untuk KPK.
Untuk aparat Kepolisian dan Kejaksaan, izin penyadapan pertama-tama disampaikan lewat kejaksaan di lingkup terjadinya perkara, untuk kemudian diteruskan ke pengadilan negeri.
Kejaksaan harus meneruskan izin dari pimpinannya ke pengadilan dalam jangka waktu 1x24 jam. Pengadilan negeri harus mengeluarkan putusan penetapan atau penolakan penyadapan juga dalam jangka waktu 1x24 jam.