Fakta-fakta Seputar Dana Desa yang Cair di Masa Jokowi
Reporter
Ryan Dwiky Anggriawan
Editor
Rina Widiastuti
Jumat, 22 Februari 2019 09:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pada acara Rapat Koordinasi Nasional Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Ancol, Jakarta, Rabu, 20 Februari 2019, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyinggung soal kaitan dana desa dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di hadapan para kepala desa.
Baca: Menteri Tjahjo ke Kepala Desa: Dana Desa ada Karena Pak Jokowi
Saat itu Tjahjo meminta seluruh kepala desa yang hadir untuk berdiri dan mengajarkan sebuah yel-yel. "Kalau saya bilang Dana Desa, jawab Pak Jokowi," kata Tjahjo.
"Dana Desa," teriak politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
"Pak Jokowi," jawab para kepala desa.
"Ingat, anggaran dana desa karena ada pak Jokowi," kata Tjahjo mengakhiri ucapannya.
Aksi ini mengundang reaksi dari Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean. Ia mengklaim dana desa merupakan produk asli dari era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Ferdinand juga menegaskan bahwa klaim dana desa ada karena Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu tidak benar.
"Dana desa itu adalah produk original pemerintahan SBY, yang berasal dari pemikiran Pak SBY secara langsung," kata Ferdinand, kepada Tempo, Kamis 21 Februari 2019.
Selain Ferdinand, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga menuding Tjahjo Kumolo membohongi publik soal ucapan “dana desa ada karena Presiden Joko Widodo”. Menurut dia, dana desa sudah ada sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Menurut saya pernyataan ini adalah kebohongan publik, bahaya, dana desa itu amanat UU (Undang-Undang) dan sudah dimulai sejak Presiden SBY," kata Fahri melalui akun Twitternya @Fahrihamzah, Kamis, 21 Februari 2019.
Tempo merangkum fakta-fakta seputar dana desa, mulai dari sejarah, besaran anggaran, dan kasus-kasus yang pernah terjadi dalam persoalan dana desa ini. Berikut fakta-faktanya.
1. Disahkan di Zaman Pemerintahan SBY
RUU Desa disahkan di zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY pada 18 Desember 2013. Dalam pidatonya di kantor Kepresidenan pada hari itu, SBY menyampaikan apresiasi kepada jajaran pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang telah bekerja keras untuk membahas dan mempersiapkan terbitnya Undang-Undang Desa.
Menurut dia, rancangan undang-undang itu merupakan inisiatif pemerintah dan penting untuk dihadirkan di Indonesia. "Jika dalam waktu sangat dekat DPR dan pemerintah menyetujui atau mengesahkan RUU Desa ini, secepat-cepatnya akan saya tanda tangani, dan dengan demikian bisa dijalankan," kata SBY saat itu.
Pada Juni 2014, mantan Ketua Panitia Khusus RUU Desa, Budiman Sudjatmiko, mengatakan beleid dana desa dibuat sebagai kerja tim.
Menurut Budiman, penyusunan RUU Desa bisa ditarik sejak Februari 2010. Ketika itu, dia bercerita, ada demonstrasi 40 ribu kepala desa yang tergabung dalam Parade Nusantara di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Para demonstran mendesak pembahasan RUU Desa masuk ke dalam program legislasi nasional.
Baca: Demokrat Klaim Dana Desa Produk Pemerintahan SBY
Budiman dan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar pada saat itu, Priyo Budi Santoso - saat in menjabat Sekjen Partai Berkarya -, kemudian menemui perwakilan demonstran. Ketika itulah dua anggota Dewan itu bersepakat untuk merealisasikan RUU Desa. "Penyusunan RUU Desa memakan waktu tiga tahun," kata Budiman Juni 2014 lalu.<!--more-->
2. Pada Pemerintahan Jokowi, Dialokasikan Dana Desa Rp 257 Triliun
Pada Januari 2019, Presiden Jokowi mengatakan pemerintahannya sangat perhatian dengan kondisi desa. Ia mengklaim sejak 2015-2019 pemerintah pusat menggelontorkan Rp 257 triliun untuk Dana Desa.
Baca: Menteri Eko Sebut Dana Desa Berhasil Bangun Jalan Desa 191.600 Km
Jokowi berjanji pemerintah akan meneruskan alokasi dana ke desa ini dan menaikkan jumlahnya tiap tahun.
Jika dirinci, kata Jokowi, pemerintah mengalokasikan Rp 20,7 trilun (2015), Rp 47 triliun (2016), Rp 60 triliun (2017), Rp 60 triliun (2018), dan Rp 70 triliun (2019). "Total sampai tahun 2019 ada penyaluran Rp 257 triliun kepada desa-desa di seluruh Tanah Air, 74 ribu desa," ujarnya.
Jokowi menuturkan, Rp 187 triliun dana desa sudah terealisasi hingga akhir 2018. Dari jumlah tersebut, banyak terbangun sejumlah fasilitas.
Rinciannya, kata dia, jalan desa sepanjang 138 ribu kilometer, 6.500 pasar kecil, 11.500 Posyandu, 18 ribu PAUD, 791 ribu meter jembatan. Hal ini, menurut Jokowi, menandakan dana desa sudah terlaksana dan bermanfaat bagi desa.
3. Kasus-Kasus Seputar Dana Desa
Pada November 2018, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat jumlah kasus korupsi dana desa meningkat setiap tahun sejak 2015 hingga semester I 2018. Sedikitnya, tercatat total 181 kasus korupsi dana desa dengan 184 tersangka korupsi sepanjang empat tahun berjalan program itu. Akibatnya, negara bisa rugi mencapai Rp 40,6 miliar.
Peneliti ICW, Egi Primayogha, mengatakan dari 181 kasus tersebut, 17 kasus terjadi pada 2015. Angka itu meningkat menjadi 41 kasus pada 2016 dan terus melonjak menjadi 96 kasus pada 2017. "Pada semester I tahun 2018, terdapat 27 kasus di desa yang semuanya menjadikan anggaran desa sebagai objek korupsi," ujar dia dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa, 20 November 2018.
Dari segi pelaku, Egi mengatakan, kepala desa menjadi aktor korupsi terbanyak di desa. Pada tahun 2015, 15 kepala desa menjadi tersangka. Pada tahun 2016 jumlahnya meningkat menjadi 32 kepala desa. Jumlah itu meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 65 orang yang tersangkut kasus korupsi pada 2017.
Adapun pada semester I tahun 2018, sebanyak 29 orang kepala desa menjadi tersangka. Total hingga saat ini sedikitnya ada 141 orang kepala desa tersangkut kasus korupsi dana desa. "Selain kepala desa, ICW mengidentifikasi potensi korupsi dapat dilakukan oleh pihak lain, yaitu perangkat desa dan istri kepala desa," ujar Egi.
Egi mengatakan permainan anggaran dana desa dapat terjadi saat proses perencanaan maupun pencairan. Proses yang rawan tersebut bisa terjadi, misalnya di tingkat kecamatan. Sebab, kata dia, camat memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Baca: Jokowi Minta Uang Dana Desa Berputar di Desa Bukan Jakarta
"Sehingga potensi penyunatan anggaran atau pemerasan dapat terjadi pada tahap tersebut," kata Egi. "Selain itu, pemerasan anggaran dapat juga dilakukan oleh instansi-instansi lain baik oleh Bupati maupun dinas yang berwenang."
RYAN DWIKY ANGGRIAWAN | AHMAD FAIZ IBNU SANI | CAESAR AKBAR | TIM TEMPO