AJI Serahkan Petisi Pencabutan Remisi Susrama ke Ditjen PAS
Reporter
Andita Rahma
Editor
Tulus Wijanarko
Jumat, 8 Februari 2019 18:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) menyerahkan petisi daring pencabutan remisi terhadap Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, A.A. Prabangsa, kepada pemerintah.
Petisi tersebut diserahkan kepada Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Jumat, 8/2. Petisi penolakan di laman Change.org telah mencapai lebih dari 45 ribu tanda tangan dukungan.
"Kami meminta Presiden Joko Widodo merevisi Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 tentang Nyoman Susrama," ujar Ketua Umum AJI Indonesia Abdul Manan di gedung Ditjen PAS Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta Pusat, pada Jumat, 8 Februari 2019.
Petisi itu langsung diterima oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami. Ia menuturkan sudah menerima perintah dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonganan Laoly untuk mengkaji ulang pemberian remisi terhadap Susrama.
Draft pembatalan remisi itu kini sudah berada di Istana Negara. Draft pembatalan tersebut hanya tinggal menunggu tanda tangan Presiden Joko Widodo. "Sekarang sudah sampai di meja presiden. Artinya, tinggal menunggu keputusan presiden kapan akan diumumkan. Mungkin di Hari Pers Nasional (9 Februari 2019)," ucap Sri Puguh.
Presiden Jokowi menandatangani pemberian remisi terhadap terpidana Susrama yang tertuang dalam Keppres Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penajara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara, pada 7 Desember 2018.
Keputusan presiden itu mendapatkan kecaman dari kalangan jurnalis dan pegiat HAM. Bahkan, Abdul Manan sampai membuat petisi online pencabutan remisi terhadap Nyoman Susrama. Petisi ini dibuat pada 27 Januari lalu.
Nyoman Susrama dihukum seumur hidup setelah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Denpasar karena membunuh Prabangsa. Hakim meyakini motivasi pembunuhan itu adalah pemberitaan di harian Radar Bali yang ditulis Prabangsa pada 3, 8, dan 9 Desember 2008. Berita tersebut menyoroti dugaan korupsi proyek-proyek di Dinas Pendidikan Bangli.