TEMPO.CO, Jakarta - Sejak 31 Januari 2019, Kepolisian Daerah Jawa Tengah mencatat sudah 28 teror pembakaran mobil di wilayah kerjanya. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Agus Triatmaja menuturkan pembakaran mobil itu terjadi di empat wilayah yakni Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Grobogan.
Berikut sejumlah fakta mengenai aksi teror pembakaran mobil itu:
Mobil dipilih secara acak
Belasan kendaraan, baik motor maupun mobil, diketahui dibakar secara acak. Korban-korbannya tidak berkaitan satu dengan lainnya. "Sementara ini, masih random atau acak dalam pemilihan kendaraan," kata Agus saat dihubungi, Kamis, 7 Februari 2019.
Pembakaran terjadi antara pukul 03. 00 hingga 05.00. Pelaku menggunakan botol yang diisi minyak tanah dan menggunakan kain (seperti bom molotov) sebagai pemicunya.
Polisi Terus Mengumpulkan Barang Bukti
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal mengatakan Polda Jawa Tengah saat ini sedang mengumpulkan barang bukti terror pembakaran mobil di empat wilayah itu.
Salah satu bukti yang kini diselidiki adalah kamera pengintai untuk mengetahui apakah kejadian pembakaran itu dilakukan secara spontan atau didesain. "Kami sedang bekerja mengumpulkan kamera pengintai," kata Iqbal saat dikonfirmasi pada 4 Februari 2019.
Polri Bentuk Tim Khusus
Menurut Iqbal, tim terdiri dari jajaran Badan Reserse Kriminal Polri, Detasemen Khusus 88 Antiteror dan Badan Intelijen Keamanan Polri.
Selain penindakan polisi juga akan melakukan upaya pencegahan dengan mengimbau masyarakat agar mengoptimalkan sistem keamanan lingkungan. Patroli rutin, kata Iqbal, harus diintensifkan untuk meminimalisir ruang gerak pelaku. "Upaya lain kami minta CCTV untuk ditambah," ujar Iqbal.
Patroli polisi juga akan dioptimalkan di Jateng, khusus Semarang, Kendal dan Grobogan. "Doakan saja kita mengungkap kasus ini dan kami yakin kami bisa ungkap kasus ini," kata Iqbal.
Motif Sementara: Teror
Sejumlah teror pembakaran mobil oleh orang tak dikenal ini diduga dilakukan untuk menimbulkan keresahan masyarakat. "Pelaku ingin bikin resah masyarakat Semarang, tidak tenang dan ketakutan," ujar Agus.