Kisah Gus Dur dan Pengantin Konghucu, Hingga Perayaan Imlek

Selasa, 5 Februari 2019 06:45 WIB

Alissa Qotrunnada Munawaroh alias Alissa Wahid, bersama Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) X. TEMPO/Pribadi Wicaksono

TEMPO.CO, Jakarta - Selama 31 tahun, mulai dari 1968 hingga 1999, tahun baru Imlek dilarang dirayakan di tempat umum di Indonesia. Aturan itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang dibuat Orde Baru di bawah pemerintahan presiden Soeharto. Hingga hari ini, tak ada yang tahu mengapa presiden Soeharto membuat Inpres itu.

Barulah pada 2000, Inpres itu dicabut oleh presiden keempat, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Dengan dicabutnya Inpres itu, masyarakat Tionghoa kembali mendapatkan kebebasannya untuk merayakan Tahun Baru Imlek di negara ini.

Baca: Ketua DPR: Rayakan Imlek, Jangan Lupa Doa ...

Gus Dur menindaklanjuti keputusannya dengan menetapkan Imlek sebagai hari libur fakultatif, berlaku bagi mereka yang merayakannya. Pada 2003, presiden kelima Megawati Soekarnoputri resmi menjadikan Imlek sebagai libur nasional.

"Gus Dur sudah lama bergaul dengan teman-teman Konghucu," kata Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid alias Alissa Wahid menceritakan kronologi pencabutan Inpres 14 Tahun 1967 oleh Gus Dur itu kepada Tempo, Senin, 4 Februari 2019. Pada tahun 90-an, Gus Dur pernah menjadi saksi ahli untuk pernikahan dua orang Konghucu di Surabaya, Budi Wijaya dan Lanny Guito.

Advertising
Advertising

Budi dan Lanny adalah pasangan pengantin Konghucu yang hendak mencatatkan pernikahannya ke Kantor Catatan Sipil Surabaya. "Tetapi karena Konghucu saat itu tidak diakui di Indonesia, perkawinan mereka kemudian juga tidak diakui oleh negara," ujar Alissa. Saat itu, hanya ada lima agama 'resmi' yang diakui pemerintah Indonesia.

Baca: Merayakan Imlek di Samping Masjid

Pasangan itu pun akhirnya mengajukan gugatan resmi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya. Alasannya, kata Alissa, supaya anak-anak Budi dan Lanny mendapat pengakuan dari negara dan tidak dianggap sebagai anak di luar pernikahan.

Selain itu, kata Alissa, Inpres 14 Tahun 1967 juga telah menyebabkan diskriminasi. Pada tahun 80 hingga 90-an, orang Tionghoa tak punya tempat selain di ruang ekonomi dan terkadang olahraga di Indonesia. "Itu satu paket, nggak bisa dilihat dari Imleknya atau Konghucunya saja, tapi juga bagaimana diskriminasi itu sudah terjadi begitu lama."

Begitu mencabut Inpres, Gus Dur secara gradual memperkenalkan penerimaan terhadap tradisi Tionghoa. “Gus Dur ikut merayakan Imlek yang pertama, pada 2000," kata Alissa Wahid.

Berita terkait

Istilah KKB Jadi OPM, Alissa Wahid: Pemerintah Jakarta Gunakan Pendekatan Nasionalis Sempit

3 hari lalu

Istilah KKB Jadi OPM, Alissa Wahid: Pemerintah Jakarta Gunakan Pendekatan Nasionalis Sempit

Alissa Wahid menduga TNI kembali menyebut OPM itu karena sudah kewalahan mengatasi kelompok pro-kemerdekaan Papua.

Baca Selengkapnya

Beberapa Kasus Terkait Bea Cukai yang Menghebohkan Publik

3 hari lalu

Beberapa Kasus Terkait Bea Cukai yang Menghebohkan Publik

Bea cukai sedang disorot masyarakat. Ini beberapa kasus yang membuat heboh

Baca Selengkapnya

Kilas Balik 23 Tahun Lalu Presiden Gus Dur Tetapkan Hari Raya Imlek Sebagai Hari Libur

23 hari lalu

Kilas Balik 23 Tahun Lalu Presiden Gus Dur Tetapkan Hari Raya Imlek Sebagai Hari Libur

Keputusan 23 tahun lalu ini merupakan sebuah keputusan revolusioner Gus Dur mengingat di Orde Baru, perayaan Imlek di tempat-tempat umum dilarang.

Baca Selengkapnya

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

29 hari lalu

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.

Baca Selengkapnya

Pasang Surut Hubungan Indonesia-Cina dalam Rentang 74 Tahun

31 hari lalu

Pasang Surut Hubungan Indonesia-Cina dalam Rentang 74 Tahun

Prabowo Subianto, memilih Cina sebagai negara pertama yang dikunjunginya, menandai pentingnya hubungan Indonesia-Cina.

Baca Selengkapnya

Pertama Kali PPP Gagal Masuk Senayan, Ini Profil Partai dengan Tagline Rumah Besar Umat Islam

41 hari lalu

Pertama Kali PPP Gagal Masuk Senayan, Ini Profil Partai dengan Tagline Rumah Besar Umat Islam

PPP salah satu partai terlama sejak Orde Baru, selain PDIP dan Golkar. Ini profil dan perolehan suara sejak Pemilu 1999, 2004, 2009, 2014, 2019, 2024

Baca Selengkapnya

81 Tahun Ma'ruf Amin, Berikut Jalan Politiknya dan Pernah Punya Story dengan Ahok

52 hari lalu

81 Tahun Ma'ruf Amin, Berikut Jalan Politiknya dan Pernah Punya Story dengan Ahok

Ma'ruf Amin berusia 81 tahun pada 11 Maret ini. Berikut perjalanan politiknya hingga menjadi wapres, sempat pula berseteru dengan Ahok.

Baca Selengkapnya

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta Dimulai, Tetap Meriah meski Pindah Lokasi

57 hari lalu

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta Dimulai, Tetap Meriah meski Pindah Lokasi

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2024 mengedepankan edukasi budaya Tionghoa Mataram yang belum banyak dikenal masyarakat.

Baca Selengkapnya

Peran 4 Tokoh Deklarasi Ciganjur: Megawati, Gus Dur, Amien Rais, dan Sultan HB X

3 Maret 2024

Peran 4 Tokoh Deklarasi Ciganjur: Megawati, Gus Dur, Amien Rais, dan Sultan HB X

Simak peran empat tokoh Deklarasi Ciganjur Megawati, Gus Dur, Amien Rais, Sultan HB X untuk mengakhiri pemerintahan Orde Baru. Berikut 8 pemikirannya.

Baca Selengkapnya

Prabowo Berterima Kasih Atas Peran Relawan dan Muslimat NU di Pilpres, Cerita Kedekatan dengan Gus Dur

3 Maret 2024

Prabowo Berterima Kasih Atas Peran Relawan dan Muslimat NU di Pilpres, Cerita Kedekatan dengan Gus Dur

Prabowo Subianto mengungkapkan terima kasih kepada 1.600 Muslimat NU Jawa Timur dan para relawan yang telah membantunya dalam Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya