Beda Sikap Soal Revisi UU ITE di Kubu Jokowi
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 1 Februari 2019 14:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan partainya siap menginisiasi revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE menyusul banyaknya desakan terkait perubahan itu. Asalkan, kata dia, rumusan perubahan itu jelas dan matang.
Baca juga: Setelah Jenguk Ahmad Dhani, Sandiaga Janji Revisi UU ITE
Arsul menilai wajar banyak desakan merevisi UU ITE. Namun, dia berujar ada dua hal yang harus dilihat, yakni penegakan hukum dan rumusan. Jika problemnya ada pada penegak hukum, Arsul mengatakan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat akan menanyakan hal ini kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan jajarannya.
"Kalau problemnya dinilai ada pada rumusannya, ya silakan. Paling tidak kami di PPP siap untuk menginisiasi revisi UU ITE," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 31 Januari 2019.
Desakan merevisi UU ITE menguat kembali setidaknya dengan dua kasus yang terjadi belakangan ini. Pertama yakni kasus ujaran kebencian yang menjerat musisi dan politikus Partai Gerindra Ahmad Dhani. Dhani kini sudah dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara. Kedua, rencana polisi memeriksa Rocky Gerung atas dugaan kasus penodaan agama karena menyebut kitab suci sebagai fiksi.
Arsul mengatakan UU ITE masih terbuka untuk direvisi. Namun, dia tak ingin revisi itu nantinya menghapus pasal-pasal yang mengatur ihwal ujaran kebencian dan SARA. Anggota Komisi Hukum DPR ini berujar, penghapusan pasal-pasal itu justru berpotensi menimbulkan kekosongan hukum.
"Kalau problemnya ini adalah pasal karet yang bisa ditarik ke sana dan ke sini, ya mari kita buat rumusan yang lebih baik," ujarnya.
Baca juga: Sandiaga: UU ITE Penuh Pasal Karet, Memukul Lawan Menolong Teman
Berbeda dengan PPP, politikus Partai Golkar Meutya Hafid mengatakan tak bisa mencabut keseluruhan pasal-pasal yang dipersoalkan dari UU ITE karena masih sangat banyak isu SARA, pencemaran nama baik, dan asusila di internet. Anggota Komisi I DPR ini berujar, ketiga poin tersebut sudah berkali-kali menjadi perdebatan di Komisi I.
Meutya berujar Dewan tak menutup kemungkinan revisi. Namun Komisi I, kata dia, menilai UU ITE saat ini merupakan versi terbaik. Kalaupun ada yang perlu diperjelas, kata Meutya, bisa dilakukan melalui peraturan pemerintah tanpa harus merevisi UU.
"Misalnya pencemaran nama baik, apa saja yang mencakup, tidak perlu sampai mengubah undang-undangnya. Bisa diturunkan melalui PP," ujarnya.