Jejak Aktivis Demokrasi Rahman Tolleng di Bidang Politik

Reporter

Friski Riana

Selasa, 29 Januari 2019 09:09 WIB

Rahman Tolleng. Dok.TEMPO/ JACKY RACHMANSYAH

TEMPO.CO, Jakarta - Meninggal di usia 81 tahun pada Selasa, 29 Januari 2019 pagi pukul 05.25 di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta, Rahman Tolleng dikenal sebagai aktivis demokrasi. Melalui akun twitternya, sastrawan dan pendiri Tempo Media, Goenawan Mohamad menulis, "Rahman Tolleng, aktivis Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMSos) sejak akhir tahun 1950-an meninggal pagi ini di Jakarta. Pejuang demokrasi yang konsisten, tanpa pamrih, berkali-kali gagal — tanpa putus asa. Sahabat yang tak selamanya sepaham."

Rahman Tolleng dikenal sebagai politikus idealis. Dorongan berpolitiknya datang dari rasa keindonesiaan yang bersemi ketika dia masih duduk di kelas 3 sekolah dasar di Watampone, Sulawesi Selatan di penghujung 1945. Hampir setiap petang, bersama teman sepermainannya, ia mengintip sekelompok anak muda berlatih baris-berbaris di jalan raya. Mereka mengenakan pakaian putih dengan emblem merah-putih tersemat di dada.

Semasa hidup, Tolleng pernah menjabat sebagai Direktur Penerbitan Grafiti Pers pada 1991. Adapun dalam karir politiknya, Tolleng pernah menjadi anggota DPR Gotong Royong (DPRGR)/Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada 1968-1971. Kemudian menjadi anggota DPR/MPR pada 1971-1974.

Baca: Tokoh Pergerakan Rahman Tolleng Meninggal

Pria kelahiran Sinjai, Sulawesi Selatan, 5 Juli 1937 itu dicari-cari di era Orde Lama karena memprotes Dekrit Presiden Soekarno. Sesudah G-30-S, ia menggerakkan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia di Bandung, dan ikut memprakarsai penerbitan tabloid Mahasiswa Indonesia pada 1966.

Menjelang pemilu 1971, putra saudagar dan pelaut Bugis ini terlibat dalam proses transformasi Sekretariat Bersama Golkar menjadi Golongan Karya. Karir politiknya maju pesat. Peristiwa Malari, 15 Januari 1974, menjadi titik balik baginya.

Ia dianggap terlibat dalam demonstrasi menentang kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka. Tolleng ditahan bersama sejumlah intelektual dan pemimpin mahasiswa masa itu. Meski akhirnya dibebaskan, ia mulai terpinggirkan dari pentas politik. Bahkan, ia di-recall sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan kehilangan jabatan di Dewan Pimpinan Pusat Golkar.

Advertising
Advertising

Pada awal 1990-an, bersama Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dan sejumlah tokoh lain, Rahman Tolleng ikut mendeklarasikan Forum Demokrasi yang mengajukan Gus Dur sebagai calon presiden alternatif menggantikan Soeharto. Gus Dur akhirnya menjadi presiden, tapi Forum menghilang. Bagi ayah dua anak ini, usia bukan rintangan untuk tetap giat di dunia politik.

Berita terkait

Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

2 hari lalu

Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengkritik pemerintah Amerika Serikat atas penggerebekan terhadap protes mahasiswa pro-Palestina

Baca Selengkapnya

Presiden Jokowi dalam Sorotan Aksi Hari Buruh Internasional Kemarin

4 hari lalu

Presiden Jokowi dalam Sorotan Aksi Hari Buruh Internasional Kemarin

Aksi Hari Buruh Internasional pada Rabu kemarin menyoroti janji reforma agraria Presiden Jokowi. Selain itu, apa lagi?

Baca Selengkapnya

Massa Aksi May Day Bakar Baliho Jokowi dan Hakim MK Sebagai Bentuk Kekecewaan

4 hari lalu

Massa Aksi May Day Bakar Baliho Jokowi dan Hakim MK Sebagai Bentuk Kekecewaan

Peserta aksi Hari Buruh Internasional atau May Day membakar baliho bergambar Presiden Jokowi di kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakpus

Baca Selengkapnya

Dosen Filsafat UGM Sebut Pentingnya Partai Oposisi: Jika Tidak Ada, Maka Demokrasi Tambah Merosot Jauh

6 hari lalu

Dosen Filsafat UGM Sebut Pentingnya Partai Oposisi: Jika Tidak Ada, Maka Demokrasi Tambah Merosot Jauh

Keberadaan partai oposisi sangat penting untuk memberikan pengawasan dan mengontrol jalannya pemerintahan. Ini pendapat dosen filsafat UGM.

Baca Selengkapnya

Mengenal Fungsi Oposisi dalam Negara Demokrasi

6 hari lalu

Mengenal Fungsi Oposisi dalam Negara Demokrasi

Isu tentang partai yang akan menjadi oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran kian memanas. Kenali fungsi dan peran oposisi.

Baca Selengkapnya

Koalisi Prabowo Rangkul PKB dan Partai Nasdem Bahayakan Demokrasi

9 hari lalu

Koalisi Prabowo Rangkul PKB dan Partai Nasdem Bahayakan Demokrasi

Upaya Koalisi Prabowo merangkul rival politiknya dalam pemilihan presiden seperti PKB dan Partai Nasdem, berbahaya bagi demokrasi.

Baca Selengkapnya

Dosen Politik Universitas Udayana Sebut 5 Skenario Potensial Putusan Sengketa Pilpres oleh Hakim MK

15 hari lalu

Dosen Politik Universitas Udayana Sebut 5 Skenario Potensial Putusan Sengketa Pilpres oleh Hakim MK

Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud) prediksi 5 skenario potensial putusan MK sengketa Pilpres 2024 yang akan di gelar Senin, 22 April 2024

Baca Selengkapnya

Kelompok Pemantau Eopa: Pemilu Turki Belum Sepenuhnya Kondusif bagi Demokrasi

34 hari lalu

Kelompok Pemantau Eopa: Pemilu Turki Belum Sepenuhnya Kondusif bagi Demokrasi

Kelompok pemantau pemilu dari Dewan Eropa mengatakan lingkungan pemilu Turki masih terpolarisasi dan belum sepenuhnya kondusif bagi demokrasi.

Baca Selengkapnya

Respons Bambang Widjojanto Soal MK Panggil 4 Menteri Jokowi Jadi Saksi Sengketa Pilpres

34 hari lalu

Respons Bambang Widjojanto Soal MK Panggil 4 Menteri Jokowi Jadi Saksi Sengketa Pilpres

Bambang Widjojanto menilai MK ingin sungguh-sungguh memeriksa setiap bukti dalam sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Ketika Ganjar dan Mahfud Md Kompak Berharap MK Selamatkan Demokrasi

39 hari lalu

Ketika Ganjar dan Mahfud Md Kompak Berharap MK Selamatkan Demokrasi

Mahfud Md berharap MK mengambil langkah penting untuk menyelamatkan masa depan demokrasi dan hukum di Indonesia.

Baca Selengkapnya