Kasus Hukum Abu Bakar Baasyir: Menolak Pancasila Sampai Terorisme
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Endri Kurniawati
Minggu, 20 Januari 2019 07:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Amir Jamaah Ansharut Tauhid, Abu Bakar Baasyir yang menurut penasihat hukum Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra disetujui pembebasannya oleh Presiden Jokowi, tersangkut beberapa perkara hingga diproses oleh pengadilan. Abu Bakar Baasyir ditangkap di Ciamis, Jawa Barat, pada 9 Agustus 2010 dan divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011.
Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jateng itu, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme. Penangkapan di Ciamis bukan yang pertama. Sebelumnya, Baasyir juga pernah ditangkap atas sejumlah dakwaan.
Baca:Moeldoko: Abu Bakar Baasyir Masih Punya Pengaruh
Berikut sejumlah kasus hukum yang melibatkan Baasyir:
Menolak Asas Tunggal Pancasila
Abu Bakar Baasyir ditangkap bersama Abdullah Sungkar pada 1983. Ia dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. Ia juga melarang santrinya hormat bendera karena menurut dia itu perbuatan syirik. Baasyir dianggap bagian dari gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto), tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Jawa Tengah. Di pengadilan, keduanya divonis 9 tahun penjara.
Ketika perkaranya masuk kasasi, Baasyir dan Sungkar dikenai tahanan rumah, tapi keduanya kabur ke Malaysia. Dari Solo mereka menyeberang ke Malaysia melalui Medan. Menurut pemerintah AS, pada saat di Malaysia itulah Baasyir membentuk gerakan Islam radikal, Jemaah Islamiah, yang menjalin hubungan dengan Al-Qaeda.
<!--more-->
Disangka Terlibat Teror Malam Natal dan Bom Bali
Baasyir ditetapkan tersangka oleh Kepolisian RI pada 8 Oktober 2018, atas sejumlah aksi teror di Indonesia. Penetapan tersangka itu menyusul pengakuan Omar Al Faruq kepada Tim Mabes Polri di Afghanistan juga tersangka pelaku pengeboman di Bali.
Majalah TIME menulis berita dengan judul Confessions of an Al Qaeda Terrorist dalam laporan itu Abu Bakar Baasyir disebut-sebut sebagai perencana peledakan di Mesjid Istiqal. TIME menduga Baasyir sebagai bagian dari jaringan terorisme internasional yang beroperasi di Indonesia.
Baca: Yusril Lapor Pembebasan Abu Bakar Baasyir sebelum debat Pilpres
Mengutip dari dokumen CIA, TIME menulis bahwa pemimpin spiritual Jamaah Islamiyah Abu Bakar Baasyir "terlibat dalam berbagai plot." Ini menurut pengakuan Omar Al-Faruq, seorang pemuda warga Yaman berusia 31 tahun yang ditangkap di Bogor dan dikirim ke pangkalan udara di Bagram, Afganistan, yang diduduki AS.
Baasyir pun meminta pemerintah membawa Omar Al-Faruq ke Indonesia berkaitan dengan pengakuannya yang mengatakan bahwa ia mengenal Baasyir. Atas dasar tuduhan AS yang mengatakan keterlibatan Al-Farouq dengan jaringan Al-Qaeda dan aksi-aksi teroris yang menurut CIA dilakukannya di Indonesia, Baasyir mengatakan bahwa sudah sepantasnya Al-Farouq dibawa dan diperiksa di Indonesia.
Dalam kasus ini, masa penahanan Baasyir diperpanjang pada 31 Januari 2003. Sehari sebelum masa penahanan Baasyir berakhir, pada 27 Februari 2003, kejaksaan menyatakan berkas pemeriksaan kasus Baasyir lengkap, lalu diserahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Kasusnya bergulir sampai Mahkamah Agung. MA menurunkan hukuman kepada Baasyir hingga menjadi 1,5 tahun.
<!--more-->
Surat lepas dari Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat, bernomor 584/P/04 tertanggal 30 April 2004 ternyata tak membuat pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Bakar Baasyir, benar-benar bebas dari penjara. Selepas salat subuh, Baasyir dijemput polisi dan dibawa ke Mabes Polri.
Baasyir mendekam di sel Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri), menjalani penahanan dalam statusnya sebagai tersangka tindak pidana terorisme terkait peledakan bom Hotel JW Marriott dan bom Bali. Pada Maret 2005, ia divonis 2,6 tahun penjara atas dakwaan itu dan Juni 2006, Baasyir dibebaskan.
Pendanaan Kegiatan Teroris
Baasyir terakhir ditangkap di Ciamis, Jawa Barat, pada 9 Agustus 2010 dalam perjalanan menuju Solo, Jawa Tengah. Ia ditangkap karena tersangka kasus terorisme.
Pada 16 Juni 2011 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menyatakan Pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jateng itu, terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Simak: Tim Pengacara Usulkan Abu Bakar Baasyir Gabung Deradikalisasi
Didakwa Kasus Bom Bali
Setelah melewati 21 kali persidangan sejak Oktober 2014, Abu Bakar Baasyir dihukum karena terbukti melakukan permufakatan jahat dengan pelaku bom Bali Utomo Pamungkas alias Mubarok dan Amrozi. Majelis lima hakim memutuskan satu dari delapan dakwaan terbukti.
Fakta yang tidak bisa dielakkan, menurut hakim adalah sepotong dialognya dengan Mubarok dan Amrozi. Dari tuntutan delapan tahun, hakim memutus Abu Bakar Baasyir dua setengah tahun penjara dan membayar biaya perkara Rp 5.000.
IMAM HAMDI | FIKRI ARIGI | MAJALAH TEMPO