Rektor Unnes Didesak Cabut Pelaporan Wartawan ke Polisi
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Amirullah
Selasa, 11 Desember 2018 02:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan akademisi yang tergabung dalam Aliansi Akademisi Progresif Indonesia mendesak Rektor Universitas Negeri Semarang atau Unnes Fathur Rokhman mencabut laporan hukum terhadap Zakki Amali. Fathur mempolisikan Zakki dengan tudingan melanggar Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang pencemaran nama baik.
Baca: Dugaan Plagiarisme Rektor, Unnes Laporkan Jurnalis ke Polisi
Fathur tak terima dengan tulisan Zakki di media dalam jaringan Serat.id yang diproduksi Aliansi Jurnalis Independen Semarang. Adapun tulisan tersebut merupakan hasil investigasi Zakki tentang dugaan plagiarisme yang dilakukan Fathur.
"Tuntutan pertama dan utama kami adalah agar Rektor Unnes Fathur Rokhman mencabut aduan terhadap Zakki Amali," kata Justito Adiprasetio, salah satu akademisi yang turut dalam aliansi tersebut kepada Tempo, Senin, 10 Desember 2018.
Justito mengatakan aliansi mengecam keras tindakan Fathur mengkriminalisasi wartawan karena laporan jurnalistik. Dosen di Program Diploma Ilmu Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, ini menyebut tindakan Fathur justru menunjukkan mentalitas dunia akademik yang antikritik.
Selain mencoreng ranah pendidikan, Justito menyebut tindakan Fathur juga menjadi ancaman bagi kebebasan berpendapat dan upaya pencarian kebenaran. "Langkah tersebut adalah bentuk pembungkaman pendapat dan bentuk penghalang-halangan atas pencarian kebenaran, sesuatu yang seharusnya paling diupayakan dalam dunia akademik," kata Justito.
Baca: Kasus Pelaporan Jurnalis, Polda Jateng Libatkan Dewan Pers
Aliansi juga menyatakan perang terhadap plagiarisme. Justito menyebut plagiarisme bukan hal baru di dunia pendidikan, bahkan cenderung dianggap normal. Maka, dia menilai pengungkapan isu plagiarisme yang dilakukan Zakki Amali menjadi penting untuk mengevaluasi pendidikan tinggi.
Dalam tulisannya, Zakki mengungkap dugaan penjiplakan yang dilakukan oleh Fathur. Makalah karya Fathur yang terbit di jurnal Universitas Negeri Yogyakarta pada 2004 diketahui sama persis dengan artikel yang terbit di dalam prosiding Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya 1 Universitas Atma Jaya Jakarta tahun 2003.
Menurut Justito, Fathur seharusnya membuktikan dirinya tak bersalah, bukannya malah mempolisikan Zakki. Keberatan atas laporan jurnalistik pun bisa ditempuh dengan mekanisme hak jawab yang dimediasi oleh Dewan Pers.
Aliansi, kata Justito, juga menyatakan penolakan atas praktik penggunaan UU ITE. Beleid itu dinilai menjadi momok bagi kebebasan berpendapat di Indonesia. "Mestinya rektor sebagai insan akademik mengetahui dan memahami bahwa UU ITE memiliki masalah yang signifikan. Bukan malah memanfaatkannya untuk berlindung dan menyerang balik," kata Justito.
Hingga hari ini, sudah ada 111 akademisi yang turut mempetisi Fathur. Beberapa nama di antaranya ialah Agustinus Prasetyantoko (Universitas Katolik Atma Jaya), Seno Gumira Ajidarma (Institut Kesenian Jakarta), Ariel Heryanto (Monash University), Eric Sasono (King's College London), Ignatius Haryanto (Universitas Multimedia Nusantara), Ade Armando (Universitas Indonesia), dan lainnya.