Kasus Nduga, Amnesty International Ingatkan Aparat Tak Gegabah

Reporter

Syafiul Hadi

Editor

Elik Susanto

Kamis, 6 Desember 2018 01:29 WIB

Prajurit TNI bersiap menaiki helikopter menuju Nduga di Wamena, Papua, Rabu, 5 Desember 2018. Aparat gabungan terus berusaha mengatasi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang diduga telah menewaskan 19 pekerja PT Istaka Karya dan satu anggota TNI. ANTARA/Iwan Adisaputra

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta pihak berwenang menegakkan keadilan terkait pembunuhan di Nduga, Papua. Usman juga mengingatkan otoritas Indonesia tidak gegabah membuat kebijakan berupa pendekatan militer dalam merespon pembunuhan 31 orang pekerja proyek tersebut. Hal ini penting untuk mencegah jatuhnya lebih banyak korban jiwa dari warga sipil.

"Kami sangat terkejut dengan pembunuhan di Nduga, dan menyampaikan duka mendalam kepada mereka yang kehilangan orang-orang tercinta," kata Usman dalam siaran persnya, Rabu, 5 Desember 2018.

Baca: TNI - Polri Evakuasi 15 Korban Pembunuhan di Nduga

Sebanyak 31 orang pekerja proyek jalan Trans Papua yang sedang bekerja membangun jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, diduga dibunuh kelompok bersenjata. Pembunuhan terjadi pada Senin malam, 3 Desember 2018.

Berdasarkan keterangan Polda Papua, hingga Senin malam pukul 22.35 WIT, sebanyak 24 orang lebih dulu dibunuh. Setelah itu, sebanyak 8 orang sempat melarikan diri ke rumah seorang anggota DPRD. Namun, delapan orang itu dijemput oleh kelompok bersenjata. Tujuh di antaranya dibunuh, satu orang melarikan diri dan belum ditemukan.

Usman meminta pihak berwenang melakukan investigasi cepat, menyeluruh, independen dan tidak memihak terhadap serangan tersebut. Dia juga menyerukan kepada pemerintah untuk memastikan semua yang terlibat dalam kasus pembunuhan harus dibawa ke pengadilan lewat proses yang adil, tanpa harus berujung pada hukuman mati.

"Yang sangat penting untuk dipastikan saat ini adalah respons aparat keamanan terhadap pembunuhan tersebut tidak boleh mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut," kata Usman.

Menurut Usman, aparat keamanan memiliki banyak rekam jejak yang tidak sesuai dengan prinsip penegakan hak asasi manusia dalam melakukan operasi keamanan. Usman menegaskan: "Tragedi mengerikan di Nduga ini tidak boleh dijadikan alasan bagi mereka untuk kembali bertindak demikian. Serangan berdarah di Nduga ini juga tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk membungkam kebebasan dan melanggar hak asasi manusia. Pihak berwenang juga harus memastikan polisi dan militer memberikan keamanan bagi semua orang, tanpa diskriminasi setelah serangan di Papua".

Advertising
Advertising

Amnesty International menyadari akan kondisi lapangan yang kompleks di mana aparat penegak hukum sering berada di situasi berbahaya ketika melaksanakan tugas mereka di wilayah Papua. Namun, kata Usman, dalam situasi seperti itu aparat justru harus memastikan penghormatan penuh terhadap hukum hak asasi manusia internasional.

"Kegagalan untuk menghormati hak asasi manusia akan berkontribusi pada siklus permusuhan dan kekerasan yang semakin meningkat. Akibatnya, lebih banyak nyawa yang hilang maupun dalam bahaya, termasuk risiko bagi aparat penegak hukum," kata Usman.

Belum Bisa Disebut Aksi Seperatis

Usman menambahkan, "Indonesia semestinya merujuk pada kebijakan menghadapi situasi serupa di Aceh, dengan mengedepankan jalan non-militer, yang terbukti mengakhiri konflik bersenjata dan mencegah jatuhnya banyak korban sipil. Amnesty International tidak mengambil posisi apapun pada status politik dari setiap provinsi di Indonesia, termasuk seruan untuk kemerdekaan."

Baca: Keluarga Korban Penembakan di Papua Datangi Kodim Jayawijaya

Seruan senada disampaikan komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Beka Ulung Hapsara. Ia meminta pemerintah mengedepankan kepolisian menangani kasus pembunuhan pekerja di Nduga. Sebab, kata dia, kasus ini belum bisa disimpulkan sebagai aksi separatisme yang membutuhkan penanganan langsung oleh militer. "Kami sementara ini mendorong kepolisian berada di depan. Harus lebih dulu, bukan TNI, " ujar Beka, Rabu, 5 Desember 2018.

Beka berpendapat, Komnas HAM belum bisa menyimpulkan apakah kasus ini dapat disebut pelanggaran HAM. Selain itu, ucap Beka, lembaganya juga tak bisa menyebut kejadian ini merupakan aksi separatisme. "Oke ini perbuatan kriminal, tetapi apakah ini makar atau separatisme itu harus diselidiki,"kata Beka.

Komisioner Komnas HAM Amiruddin al Rahab, menambahkan penyelidikan dan penanganan kasus Nduga harus dilakukan secara transparan oleh Kepolisian. "Setiap tindakan harus disampaikan secara terbuka oleh kepolisian sehingga semua orang tahu bahwa tindakan-tindakan itu dilakukan secara tepat," kata Amiruddin.

Transparansi penyelidikan, menurut dia, dibutuhkan agar tidak ada spekulasi di masyarakat. Sebab, kata Amiruddin, spekulasi dapat membuat kasus malah berkembang tak terarah.

Pelaku Sudah Dikenali
<!--more-->

Saat jumpa pers, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan bahwa pelaku pembantaian terhadap pekerja proyek di Nduga adalah kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogoya. "Pelaku sudah dikenali, dan memang mereka," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Rabu, 5 Desember 2018.

Baca: Kapolri Beberkan Asal Senjata Milik Kelompok Bersenjata Papua

Moeldoko mengutuk keras insiden tersebut. Pemerintah, kata Moeldoko, memiliki sikap tegas bahwa penembakan terhadap puluhan pekerja proyek PT Istaka Karya itu merupakan aksi terorisme.

Moeldoko mengatakan, pembunuhan tersebut bukan sekedar dilakukan aksi kelompok kriminal bersenjata. Tetapi, sudah bisa dikatakan sebagai sebuah gerakan OPM atau Organisasi Papua Merdeka. Moeldoko mengimbau agar jangan ada sebuah standar ganda yang diterapkan atas perilaku tersebut.

"Sangat tidak imbang kalau ada sebuah peristiwa kecil yang dijalankan aparat keamanan, begitu dieksploitasi besar-besaran. Tapi di sisi lain, 31 nyawa korban pembunuhan di Papua seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Ini sungguh tidak imbang," kata mantan Panglima TNI ini.

FRISKI RIANA | ANTARA | ANDITA RAHMA

Berita terkait

Kasus Mayat dalam Koper Bali, Tersangka Sempat Berupaya Hilangkan Barang Bukti

1 hari lalu

Kasus Mayat dalam Koper Bali, Tersangka Sempat Berupaya Hilangkan Barang Bukti

Tersangka kasus mayat dalam koper di Bali berupaya menghilangkan barang bukti.

Baca Selengkapnya

Pembunuhan Mayat dalam Koper Terjadi Juga di Bali, Saksi Pergoki Pelaku Penuh Bercak Darah

1 hari lalu

Pembunuhan Mayat dalam Koper Terjadi Juga di Bali, Saksi Pergoki Pelaku Penuh Bercak Darah

Selain di Bekasi, kasus pembunuhan mayat dalam koper juga terjadi di Kuta, Bali

Baca Selengkapnya

Cara Kerja Teknologi Pengintai Asal Israel yang Masuk Indonesia: Palsukan Situs Berita

1 hari lalu

Cara Kerja Teknologi Pengintai Asal Israel yang Masuk Indonesia: Palsukan Situs Berita

Sejumlah perusahaan asal Israel diduga menjual teknologi pengintaian atau spyware ke Indonesia. Terungkap dalam investigasi gabungan Tempo dkk

Baca Selengkapnya

Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Polisi Siapkan Tim Khusus Periksa Kejiwaan Tarsum

1 hari lalu

Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Polisi Siapkan Tim Khusus Periksa Kejiwaan Tarsum

Tarsum mengakui telah membunuh dan memutilasi istrinya sendiri

Baca Selengkapnya

Terkuak, Alasan Ayah di Bekasi Hantam Anak Kandung dengan Linggis Hingga Tewas

1 hari lalu

Terkuak, Alasan Ayah di Bekasi Hantam Anak Kandung dengan Linggis Hingga Tewas

Seorang ayah di Bekasi berinsial N, 61 tahun, menghantam anak kandungnya sendiri berinisial C, 35 tahun menggunakan linggis hingga tewas.

Baca Selengkapnya

Polisi Duga Suami Mutilasi Istri di Ciamis Karena Depresi Masalah Ekonomi

1 hari lalu

Polisi Duga Suami Mutilasi Istri di Ciamis Karena Depresi Masalah Ekonomi

Polres Ciamis Jawa Barat, belum dapat memastikan motif pembunuhan dan mutilasi oleh suami ke istri di Dusun Sindangjaya.

Baca Selengkapnya

Ayah di Bekasi Hantam Anak dengan Linggis Hingga Tewas Gara-gara Cekcok Urusan Menantu

1 hari lalu

Ayah di Bekasi Hantam Anak dengan Linggis Hingga Tewas Gara-gara Cekcok Urusan Menantu

Keributan antara bapak dan anak di Bekasi ini dipicu urusan menantu, atau istri dari korban. Si anak minta ayannya mencari keberadaan sang istri.

Baca Selengkapnya

Investigasi Tempo Ungkap Perusahaan Israel Diduga Pasok Spyware ke Indonesia sejak 2017

1 hari lalu

Investigasi Tempo Ungkap Perusahaan Israel Diduga Pasok Spyware ke Indonesia sejak 2017

Empat perusahaan Israel diduga memasok spyware dan surveillance ke Indonesia sepanjang 2017-2023. Polri jadi salah satu sasaran target pengguna.

Baca Selengkapnya

Kanada Tuntut Tiga Tersangka Pembunuhan Pemimpin Sikh, Diduga Terkait India

1 hari lalu

Kanada Tuntut Tiga Tersangka Pembunuhan Pemimpin Sikh, Diduga Terkait India

Polisi Kanada pada Jumat menangkap dan mendakwa tiga pria India atas pembunuhan pemimpin separatis Sikh Hardeep Singh Nijjar tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Amnesty International Ungkap Rentetan Kekerasan Polisi Terhadap Mahasiswa di Makassar

2 hari lalu

Amnesty International Ungkap Rentetan Kekerasan Polisi Terhadap Mahasiswa di Makassar

Amnesty International Indonesia mendesak polisi segera membebaskan puluhan mahasiswa yang ditangkap saat Hari Buruh dan Hari Pendidikan.

Baca Selengkapnya