Pakar: Kasus Ratna Sarumpaet Sulit Disebut Melanggar Hukum Pidana
Reporter
Andita Rahma
Editor
Amirullah
Sabtu, 6 Oktober 2018 15:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, menanggapi status tersangka yang dialamatkan kepada Ratna Sarumpaet. Menurut dia, perbuatan Ratna sulit dikategorikan melanggar hukum pidana.
Baca: Lembaga Ini Beri Gelar Ibu Hoax Indonesia kepada Ratna Sarumpaet
"Kalau temanya berita bohong itu melanggar Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Pidana Hukum. Itu harus ada akibatnya, yaitu terjadi keonaran dalam masyarakat," ujar Mudzakir melalui pesan singkat, Jumat, 5 Oktober 2018.
Nyatanya, menurut Muzdakir, tidak terjadi keributan dalam masyarakat dalam kasus Ratna Sarumpaet. Kalau pun ramai, hanya di media sosial dan tidak ada kepentingan Pilpres 2019.
"Kalau dengan UU ITE dan pasal KUHP lainnya, berita bohong terkait dengan stabilitas ekonomi atau perlindungan konsumen atau masyarakat di bidang ekonomi, juga tidak ada bukti ke arah ke sana," kata Mudzakir.
Mudzakir pun mengatakan sanksi yang tepat untuk Ratna adalah sanksi sosial dari masyarakat. Sanksi sosial dinilai efektif untuk memberikan efek jera.
Sebelumnya, viral wajah lebam Ratna Sarumpaet tersebar di medsos. Disebutkan bahwa aktivis itu dikeroyok oleh pria tak dikenal di sekitar Bandara Husein Sastranegara, Bandung pada 21 September.
Baca: Kubu Prabowo Tanggapi Tudingan Rekayasa Hoax Ratna Sarumpaet
Namun hasil penyelidikan Polda Metro Jaya menunjukkan Ratna Sarumpaet melakukan perawatan di Rumah Sakit Kecantikan Bina Estetika pada tanggal 21 September 2018. Bahkan, Ratna mendaftar di klinik kecantikan itu sehari sebelumnya. Tak lama setelahnya, Ratna pun menggelar konferensi pers dan mengakui kebohongannya.
Kendati demikian, polisi terus memproses perkara ini. Ratna pun resmi ditetapkan menjadi tersangka pada 4 Oktober 2018.