MK Minta Penggugat Presidential Threshold Perbaiki Gugatan
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Juli Hantoro
Senin, 9 Juli 2018 20:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) meminta sejumlah perbaikan gugatan dalam sidang pendahuluan uji materi atas Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur soal presidential threshold (PT). Gugatan ini diajukan oleh Dosen Komunikasi Politik Universitas Indonesia Effendi Gazali bersama empat orang rekannya.
Mereka menggugat Pasal 222 karena bertentangan dengan Pancasila. Implementasi PT 20 persen dianggap membohongi warga negara dan memanipulasi hak pilih mereka di Pileg 2014, jika diberlakukan pada Pemilu 2019. Sebabnya, tidak ada pemberitahuan bahwa hasil pemilihan akan digunakan untuk Presidential Threshold.
Baca juga: Bahaya Presidential Threshold
Effendi mengklaim gugatan ini berbeda dengan gugatan yang sudah ditolak MK pada Januari lalu. Salah satunya karena menyatakan aturan itu bertentangan dengan Pancasila.
Hakim Konstitusi I Gede Dewa Palguna meminta penggugat melampirkan perbedaan kedua gugatan tersebut. "Kalau dinyatakan berbeda, hendaknya perbedaan itu clear dibuat, misalnya dalam bentuk tabel," katanya saat sidang di MK, Jakarta, Senin, 9 Juli 2019.
Palguna juga menyoroti petitum gugatan yang disebutnya tak lazim. Menurut dia, petitum biasanya hanya menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sementara Effendi dan rekannya menyatakan Pasal 222 bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara yang tidak dapat dipisahkan dengan Pembukaan UUD 1945.
Satu lagi yang diminta diperbaiki terkait dengan legal standing pemohon. Palguna meminta kedudukan hukum masing-masing pemohon diperjelas. Pasalnya kepentingan penggugat mempengaruhi kerugian konstitusional yang dialami penggugat.
Baca juga: Mahkamah Konstitusi Pernah Tolak Gugatan Presidential Threshold.
Sementara itu Hakim Konstitusi Saldi Isra menyoroti argumen penggugat yang didasari penelitian. Penggugat mengaku pernah meneliti bahwa tak pernah ada institusi atau lembaga negara di negara demokratis yang berhak dan pernah memanipulasi hasil hak pilih warga untuk Pemilu tanpa pemberitahuan. Saldi meminta agar hasil penelitian tersebut dilampirkan dalam gugatan. "Semakin kuat argumentasi, semakin bermanfaat bagi hakim untuk memutus," katanya.
Majelis hakim memberikan waktu perbaikan gugatan presidential threshold itu maksimal selama 14 hari. Jika bisa diselesaikan lebih cepat, majelis menyatakan akan lebih baik.
Effendi menyanggupi permintaan tersebut. Kami akan ikuti semuanya," kata dia.