Megawati Belum Diperiksa dalam Kasus BLBI, Ini Alasan KPK

Sabtu, 7 Juli 2018 07:02 WIB

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (kanan) didampingi Ketua Bidang Politik dan Keamanan (nonaktif) PDIP Puan Maharani, menyampaikan pidatonya dalam Penutupan Rakernas III PDIP di Sanur, Bali, 25 Februari 2018. Rakernas merekomendasikan kepada semua kadernya untuk mengamankan, menjaga dan menyukseskan keputusan Ketua Umum PDIP. ANTARA

TEMPO.CO, Jakarta - Menangani kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau kasus BLBI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) punya alasan belum memeriksa mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dalam skandal korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL). KPK beralasan proses hukum yang dilakukan berfokus pada penyelewengan dalam pelaksanaan kebijakan, bukan instruksi presiden yang melandasi penerbitan SKL.

"Menyangkut kebijakan itu sudah clear and cut kami tidak masuk di situ," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Kuningan, Jakarta, Jumat, 6 Juli 2018. Persoalannya, ujar dia, adalah bagaimana kebijakan itu diputar di bawah menjadi sebuah tindakan transaksional.

Baca:
Kasus BLBI, Kwik Kian Gie: Keputusan Megawati Berakibat Fatal
Kasus BLBI, Yusril Ihza Mahendra Bantah Terlibat Penerbitan SKL

SKL diterbitkan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang disahkan Megawati pada 30 Desember 2002. SKL itu memberi jaminan pembebasan dari segala tuntutan hukum kepada para penerima BLBI yang dianggap telah melunasi utangnya.

Mantan Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Kwik Kian Gie dalam kesaksiannya pada sidang perkara BLBI, Kamis, 5 Juli 2018, menyatakan Inpres itu diteken Megawati setelah tiga kali rapat kabinet terbatas.

Advertising
Advertising

Kwik mengatakan dalam tiap pertemuan selalu hadir Menteri Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Menteri Keuangan Boediono dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi. Kwik mengaku sendirian menentang penerbitan Inpres itu, sedangkan menteri lainnya mendukung penerbitan aturan yang kelak dikenal dengan nama Inpres Release and Discharge (R&D).

Baca:
Sidang Kasus BLBI, KPK: Saksi Semakin Perkuat Dakwaan Jaksa
KPK: Kerugian Negara di Kasus BLBI Rp 4,58 ...

Selama proses penyidikan kasus BLBI ini, KPK telah memeriksa Kwik, Boediono, Dorodjatun dan Laksamana Sukardi sebagai saksi untuk tersangka bekas Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung. Dalam perkara ini Syafruddin didakwa bersama Dorodjatun merugikan negara Rp4,58 triliun dalam penerbitan SKL BLBI untuk pemilik Bank Dagang Negara Indonesia Sjamsul Nursalim.

Saut mengatakan penerbitan Inpres R&D sebagai sebuah kebijakan yang tak bisa dipidana. KPK hanya berfokus pada penyelewengan dalam pelaksanaan kebijakan itu. "Sejauh ini yang disimpangkan itu kan kebijakannya. Kemudian negara rugi, sudah itu aja," kata Saut.

Berita terkait

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

1 jam lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

1 jam lalu

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

KPK menyita kantor Partai NasDem di Labuhanbatu, Sumatera Utara, dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Erik Atrada Ritonga.

Baca Selengkapnya

Gibran Sebut Prabowo Bakal Libatkan Ketua Parpol dan Tokoh Senior dalam Susun Kabinet, Termasuk Megawati

2 jam lalu

Gibran Sebut Prabowo Bakal Libatkan Ketua Parpol dan Tokoh Senior dalam Susun Kabinet, Termasuk Megawati

Gibran rencana Prabowo yang akan melibatkan ketua parpol dan tokoh senior, tak terkecuali Ketua Umum PDIP Megawati dalam menyusun kabinet

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

2 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

5 jam lalu

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL acapkali menggunakan uang Kementan untuk keperluan pribadi.

Baca Selengkapnya

Tim Hukum PDIP: Gugatan ke PTUN Bukan untuk Batalkan Pencalonan Gibran

7 jam lalu

Tim Hukum PDIP: Gugatan ke PTUN Bukan untuk Batalkan Pencalonan Gibran

Apa yang ingin dibuktikan PDIP di PTUN adalah apakah KPU terbukti melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa dalam Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

8 jam lalu

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

Dewas KPK menunda sidang etik dengan terlapor Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

10 jam lalu

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

Penyidik KPK menggeledah kantor Sekretariat Jenderal DPR atas kasus dugaan korupsi oleh Sekjen DPR, Indra Iskandar. Ini profil dan kasusnya.

Baca Selengkapnya

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

16 jam lalu

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

Gugatan praperadilan Bupati Sidoarjo itu akan dilaksanakan di ruang sidang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pukul 09.00.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

21 jam lalu

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

Modus penyalahgunaan dana BOS terbanyak adalah penggelembungan biaya penggunaan dana, yang mencapai 31 persen.

Baca Selengkapnya