TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Kehakiman, Yusril Ihza Mahendra, membantah membuat draf Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang melandasi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) seperti yang disebut mantan Kepala Bappenas, Kwik Kian Gie. Dia mengatakan, sebagai Menteri Kehakiman, dia tak berwenang membuat draf Inpres tersebut.
"Menteri Kehakiman seumur-umur belum pernah men-draf instruksi Presiden," kata Yusril saat skors sidang perkara korupsi penerbitan SKL BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 5 Juli 2018.
Baca juga: Kasus BLBI, Yusril Ihza Mahendra Bantah Terlibat Penerbitan SKL
Sebelumnya, saat bersaksi dalam sidang yang sama, Kwik Kian Gie mengatakan Yusril membuat draf Inpres yang diteken Presiden Megawati pada 30 Desember 2002. Kwik mengatakan Yusril membikin itu atas perintah Megawati seusai rapat kabinet terbatas pada 2002 di Istana Negara. Rapat tersebut menyetujui penerbitan Inpres yang kelak menjadi kado bagi konglomerat untuk bebas dari jerat hukum penyelewengan dana BLBI.
Yusril mengakui bahwa dia ada di pertemuan tersebut bersama dengan sejumlah menteri era Presiden Megawati. Menurut Kwik, menteri yang hadir adalah Menteri Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Menteri Keuangan Boediono, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi, dan Menteri Sekretaris Negara Bambang Kesowo.
Yusril Ihza mengatakan draf Inpres tersebut dibuat Menteri Sekretaris Negara Bambang Kesowo. "Setelah dicek aslinya, ternyata di situ ada salinan tertanda oleh Deputi Sekretaris Kabinet Lambok Bahartan. Jadi jelas itu dari Sekretariat Kabinet, tidak mungkin dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM," kata Yusril.
Baca juga: Sidang Kasus BLBI, KPK: Saksi Semakin Perkuat Dakwaan Jaksa
Dalam perkara BLBI, KPK mendakwa Syafruddin selaku eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) bersama Dorodjatun merugikan negara sebanyak Rp 4,58 triliun dalam penerbitan SKL untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Dia juga didakwa memperkaya pemilik BDNI Sjamsul Nursalim lewat penerbitan SKL itu.