Mau Bikin Pleidoi Tebal, Fredrich Yunadi Minta Sidang Ditunda

Jumat, 8 Juni 2018 14:20 WIB

Terdakwa kasus merintangi penyidikan kasus e-KTP, Fredrich Yunadi saat mendengar keterangan saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 14 Mei 2018. Sidang kali ini beragendakan mendengarkan kesaksian ahli hukum pidana UII Yogyakarta, Mudzakkir dan pakar hukum tata negara, Margarito Kamis. TEMPO/Fakhri Hermansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa perkara perintangan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fredrich Yunadi, meminta majelis hakim menunda sidang pembacaan pleidoinya. Alasannya, pleidoi pribadi sebanyak 1.000 halaman dan pleidoi pengacaranya belum rampung ditulis.

"Kami baru menyelesaikan 602 halaman dari rencana perkiraan 1.100 sampai 1.200 halaman yang dipersiapkan. Kami belum siap, Yang Mulia," kata Fredrich saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, 8 Juni 2018.

Baca:
Fredrich Yunadi: Siapa Pun yang Mau...
Fredrich Yunadi Sempat Kelimpungan Ketika...

Dalam sidang pembacaan pleidoi hari ini, tim pengacara Fredrich tak hadir dalam persidangan. Fredrich mengatakan tim pengacaranya telah mengirimkan surat permintaan penundaan sidang. "Izin, Yang Mulia. Penasihat hukum membuat surat resmi karena pleidoi belum selesai, jadi mengajukan permohonan agar ditunda," kata Fredrich, yang kemudian menyerahkan surat itu kepada hakim.

Ketua majelis hakim, Syaifuddin Zuhri, akhirnya mengabulkan permintaan Fredrich untuk menunda persidangan. Syaifuddin mengagendakan sidang pembacaan pleidoi pada Jumat, 22 Juni 2018. "Kami telah bermusyawarah dan persidangan akan diagendakan pada Jumat, tanggal 22 Juni," katanya.

Advertising
Advertising

Dia meminta Fredrich membuat resume nota pembelaannya, sehingga tak perlu membaca seluruh isinya. Dia meminta sidang berjalan efektif. “Tadi Saudara sebut ada poin penting, disebutkan saja, artinya tidak harus seluruhnya dibaca," ucap Syaifuddin.

Baca:
Jaksa Hadirkan Saksi Ahli Kedokteran di Sidang Fredrich Yunadi...
Fredrich Yunadi Sebut Jaksa KPK Pilih Kasih...

Jaksa KPK menuntut Fredrich 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. Fredrich dinyatakan terbukti memanipulasi perawatan dan rekam medis tersangka korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Setya Novanto, dalam kecelakaan pada 16 November 2017.

Jaksa menuntut hukuman maksimal kepada Fredrich karena menganggap tindakannya tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi. Fredrich Yunadi selaku advokat juga dianggap melakukan perbuatan tercela serta bertentangan dengan hukum.

Selain itu, hal yang memberatkan tuntutan jaksa, Fredrich Yunadi dianggap kerap bertingkah dan berkata kasar, serta terkesan menghina orang lain, sehingga merendahkan martabat dan kehormatan lembaga peradilan. Jaksa menyatakan tidak menemukan hal yang dapat meringankan hukumannya. "Terdakwa sama sekali tidak menunjukkan rasa penyesalan atas perbuatannya," kata jaksa KPK, Kresna, dalam sidang pembacaan tuntutan, Kamis, 31 Mei 2018.

Berita terkait

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

4 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Warga Panama Selenggarakan Pemilihan Umum

18 jam lalu

Warga Panama Selenggarakan Pemilihan Umum

Warga Panama pada Minggu, 5 Mei 2024, berbondong-bondong memberikan hak suaranya dalam pemilihan umum untuk memilih presiden

Baca Selengkapnya

Beredar Video Harvey Moeis Jalan-Jalan Meski Ditahan, Kuasa Hukum: Itu Nyebar Fitnah

1 hari lalu

Beredar Video Harvey Moeis Jalan-Jalan Meski Ditahan, Kuasa Hukum: Itu Nyebar Fitnah

Kuasa hukum Harvey Moeis dan istrinya Sandra Dewi, Harris Arthur Hedar, membantah kliennya berkeliaran di salah satu pusat pembelanjaan di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

2 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

2 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

3 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya