Eks Napi Sempat Prediksi Rusuh Mako Brimob Tak Berakhir Damai
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Arkhelaus Wisnu Triyogo
Kamis, 10 Mei 2018 17:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ali Fauzi Manzi sempat menduga kerusuhan yang melibatkan kepolisian dan tahanan di Markas Komando atau Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat tak berakhir damai. Ketua Yayasan Lingkar Perdamaian ini awalnya memperkirakan para tahanan kasus terorisme akan lebih memilih mati lantaran telah membunuh lima anggota polisi dalam kerusuhan itu.
Ali memperhitungkan pembunuhan itu akan memperberat hukuman para tahanan. "Mereka akan menghitung, daripada harus menunggu lama-lama di penjara, mending mereka pilih mati syahid secepatnya," kata Ali saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 10 Mei 2018.
Baca: Rusuh Mako Brimob, Wiranto: Tidak Ada Negosiasi, Tapi Ultimatum
Lima anggota kepolisian dan satu tahanan tewas dalam kerusuhan yang berlangsung sejak Selasa malam, 8 Mei 2018. Tahanan juga menyandera satu polisi, Brigadir Kepala Iwan Sarjana, yang dapat dibebaskan pada Kamis 10 Mei 2018. Pukul 07.15 pada hari yang sama, kepolisian menyatakan operasi pemulihan keamanan selesai.
Dunia tahanan tak asing bagi Ali Fauzi. Adik kandung Ali Imron dan Amrozi ini sempat terlibat dalam aksi teror dan peledakan bom Bali I tahun 2000. Sebagai bekas tahanan, Ali memperhitungkan bahwa tindakan pembunuhan terhadap polisi akan berimbas pada hukuman yang akan dijatuhkan pada mereka.
Meski begitu, Ali mengatakan upaya damai mesti tetap diperjuangkan. Dia mengatakan pemilihan negosiator yang tepat menjadi kunci keberhasilan penanganan kasus ini. "Kalau mediatornya tepat tentu akan terbuka peluangnya," kata dia. Penyelesaian pun mencapai titik temu. Sebanyak 155 napi menyerahkan diri setelah 36 jam kerusuhan terjadi.
Kepada Ahmad Rofiq dari Tempo, seorang bekas narapidana terorisme yang tak mau disebut namanya mempertanyakan insiden kerusuhan di Mako Brimob itu. Sebabnya, narapidana kasus bom Cirebon ini menuturkan kondisi tahanan di markas Brimob itu cukup nyaman. Menurut dia, perlakuan personel Detasemen Khusus 88 Antiteror pun cukup baik.
Baca: Semua Teroris dari Mako Brimob Dipindahkan ke Nusakambangan
Tapi, bukan berarti kehidupan di sel tahanan berjalan tanpa masalah. Menurut dia, permasalahan utama tahanan di Mako Brimob adalah desain dan kapasitas bangunan yang melebihi muatan. "Hanya sekali dalam sepekan kami bisa beraktivitas di luar sel," katanya.
Jumlah penghuni dalam satu blok berkapasitas sekitar 36 orang. Bahkan ada blok tahanan yang diisi hampir sebanyak 50 orang. Menurut dia, kerusuhan itu pun wajar terjadi jika penghuni merasa tertekan."Masalah-masalah sepele saja bisa menjadi pemicu keributan," katanya.
Menurut dia, kondisi di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, lebih keras dibandingkan Mako Brimob. Apalagi, kata dia, tahanan harus bercampur dengan narapidana kasus-kasus lain. "Sekeras-kerasnya Nusakambangan masih lebih nyaman dibanding tahanan Brimob," kata pria yang pernah terlibat kasus Bom Cirebon itu.
ROSSENO AJI | AHMAD RAFIQ