Bawaslu Panggil Ahli Hukum Pidana untuk Selidiki Iklan PSI
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Endri Kurniawati
Selasa, 8 Mei 2018 08:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan memanggil Dewan Pers, ahli pidana, dan Komisi Pemilihan Umum untuk menyelidiki indikasi pelanggaran yang dilakukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). "Rabu atau Kamis pekan ini, kami agendakan untuk memanggil ketiga pihak untuk melihat indikasi pelanggaran," kata anggota Bawaslu, Ratna Dewi Petalolo, saat dihubungi, Senin, 7 Mei 2018.
Bawaslu memeriksa PSI yang diduga mencuri start kampanye karena memasang iklan di media cetak Jawa Pos pada 23 April 2018. Padahal iklan peserta Pemilu 2019 baru boleh dilakukan pada 23 September 2018.
Baca: Bawaslu Putuskan Kasus Iklan PSI Setelah 16 Mei
Iklan PSI dianggap melanggar lantaran memasang lambang dan nomor urut PSI sebagai peserta Pemilu 2019 yang dianggap sebagai citra diri partai. PSI memasang iklan itu untuk menampilkan polling alternatif calon wakil presiden dan kabinet menteri untuk Presiden Joko Widodo pada pemilu tahun depan.
Ratna menuturkan Bawaslu sebelumnya telah meminta klarifikasi kepada pimpinan manajer dan asisten manajer bisnis bagian politik dan pemerintahan Jawa Pos. Selain itu, Bawaslu telah menanyai Sekretaris Jenderal PSI, agen iklan, dan ahli bahasa. Bawaslu memanggil semua pihak terkait karena melihat ada indikasi pelanggaran pada iklan PSI tersebut.
Baca: Diduga Curi Start Kampanye, Grace Natalie PSI...
Rabu, 2 Mei 2018, Bawaslu DKI Jakarta telah memanggil PSI untuk mengklarifikasi pemasangan iklan yang menampilkan partai itu. Ketua Divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Puadi menuturkan, jika terbukti melanggar, PSI bisa dipidana.
Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan setiap orang yang dengan sengaja berkampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan KPU RI, KPU provinsi, dan KPU kota/kabupaten dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta. "PSI Bisa dipidana. Nanti diproses di Gakumdu Bawaslu."