Ketum PBNU, Said Aqil Siroj saat hadir dalam Konferensi Pers Muhasabah Kebangsaan: Resolusi 2018 dan Refleksi 2017 di Gedung PBNU , 3 Januari 2018. MAGANG TEMPO/Wildan Aulia Rahman
TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melakukan pertemuan dengan Pegurus Pusat Muhammadiyah di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat, 23 Maret 2018. Pertemuan tersebut membahas tema "Mewujudkan Islam yang Damai dan Toleran Menuju Indonesia Berkeadilan".
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengatakan sejumlah persoalan dibahas dalam pertemuan dengan Muhammadiyah. "Ada banyak isu yang dibicarakan termasuk memerangi hoax dan hate speech (ujaran kebencian)," kata Said.
Selain kedua masalah tersebut, NU dan Muhammadiyah juga mempunyai pandangan sama dalam memasuki tahun politik. Menurut dia, Indonesia bukan negara yang mudah dipecah belah.
Apalagi, Indonesia bukan dibangun sebagai negara agama, suku maupun etnis tertentu. "Indonesia merupakan negara yang beragam. NU dan Muhammadiyah setuju dengan keberagaman tersebut," tuturnya.
Said Aqil berpesan agar rakyat Indonesia bersikap tenang dalam menghadapi tahun politik. "Songsong pesta demokrasi. Jangan cuma lima menit menghancurkan persaudaraan," kata dia.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta rakyat tetap optimistis. Menurut Haedar, masyarakat juga semakin dewasa setelah reformasi berlangsung. "Sekarang tahun politik. Tapi, kami yakin rakyat Indonesia sudah dewasa," ujarnya.
Sejumlah pengalaman buruk sepanjang sejarah Indonesia, kata dia, juga menjadikan Indonesia semakin kuat. Selain itu, dinamika politik yang ada saat ini diharapkan bisa disikapi dengan bijaksana.
"Gesekan sesuatu yang wajar. Yang penting tetap transparan, ada ruang dialog dan tidak main kotor. Silakan kritik dibalas dengan kritik. Jangan terlalu cengeng," kata Haedar.
Muhammadiyah juga menyoroti kesenjangan ekonomi di Indonesia yang menjadi fenomena gunung es. "Karena itu jantung utama kekuatan bangsa, bagaimana masalah kesenjangan sosial ini dipecahkan. Harus ada yang itikad sama," ujarnya.