Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto usai mendatangi rumah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di kawasan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, 8 Januari 2018. Tempo/Adam Prireza
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menganggap terdakwa kasus korupsi seperti Setya Novanto cenderung menyebut sebanyak mungkin nama. Menurut Hasto, hal tersebut bertujuan demi menyandang status justice collaborator.
"Apa yang disampaikan Pak Setya Novanto hari ini pun, kami yakini sebagai bagian dari upaya mendapatkan status tersebut demi meringankan dakwaan," kata Hasto dalam keterangan tertulis, Kamis, 22 Maret 2018.
Dalam sidang kasus E-KTP di Pengadilan Tipikor hari ini, Setya Novanto menyebut adanya aliran duit ke Puan Maharani dan Pramono Anung dari pengusaha Made Oka Masagung saat berkunjung ke rumahnya. “Itu untuk Puan Maharani US$ 500 ribu dan Pramono Anung US$ 500 ribu,” kata Setya.
Hasto mengatakan pernyataan Setya soal duit yang mengalir ke Puan dan Pramono dipastikan tidak benar. PDIP, kata Hasto, siap diaudit terkait hal tersebut.
Menurut Hasto, posisi PDIP saat itu bukan penguasa. PDIP saat proyek E-KTP bergulir, kata Hasto, adalah oposisi.
"Di dalam beberapa keputusan strategis yang dilakukan melalui voting, praktis PDI Perjuangan selalu 'dikalahkan', misal penolakan impor beras, penolakan UU Penanaman Modal dan UU Free Trade Zone," ujar Hasto menanggapi pernyataan Setya Novanto di sidang E-KTP.