Kisah Zaini Misrin, dari Sopir Pribadi Hingga Dieksekusi Mati
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Juli Hantoro
Selasa, 20 Maret 2018 10:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang buruh migran asal Jawa Timur Muhammad Zaini Misrin dieksekusi mati di Arab Saudi pada Ahad, 18 Maret 2018. Zaini diadili karena dituduh membunuh majikannya pada 2004.
Zaini Misrin yang tinggal di Bangkalan, Madura tersebut pertama kali datang ke Arab Saudi pada 1992. Ia mendapatkan pekerjaan sebagai sopir pribadi bagi satu keluarga di kota Mekah. Kemudian pada 1996 dia kembali ke Indonesia.
Di tahun yang sama Zaini berangkat kembali untuk kedua kalinya dan bekerja pada majikan yang sama, hingga terjadinya peristiwa 13 Juli 2004. Saat itu Zaini Misrin ditangkap Kepolisian Mekah atas dasar laporan anak kandung korban.
Baca juga: Anak Buruh Migran Zaini Misrin Ingin Jjenazah Ayahnya Dipulangkan
"Tuduhannya adalah melakukan pembunuhan majikannya yang bernama Abdullah bin Umar," kata Lalu Muhammad Iqbal saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin 19 Maret 2018.
Menurut Iqbal sejak 2004 hingga 2008 pemerintah belum melakukan pendampingan terhadap kasus tersebut. Baru pada November 2008 Mahkamah Umum Mekah menetapkan keputusan hukuman mati qhisas bagi Zaini.
Segera setelah menerima putusan tersebut, pengacara zaini mengajukan banding dan kemudian dilanjutkan kasasi. Namun, baik di pengadilan banding dan kasasi, tetap menguatkan kembali keputusan yang telah ditetapkan pengadilan sebelumnya, yaitu hukuman mati qhisas.
Sejak 2008, setidaknya sudah dua kali pemerintah melalui pengacara Zaini mengajukan PK. Pengajuan tersebut semuanya pada era Presiden Jokowi, yaitu awal 2017 dan terakhir Januari 2018.
KJRI Jedah maupun KBRI Riyadh telah melakukan kunjungan ke penjara sebanyak 40 kali. Sejak 2011 pemerintah sudah menunjuk dua pengacara. Pada 2011 hingga 2016 kemudian pengacara kedua yang sampai saat ini masih menjadi pengacara Zaini 2016 hingga 2018.
Baca juga: Hingga Ajal, Zaini Misrin Membantah Tuduhan Membunuh Majikan
"Kita sudah memfasilitasi keluarga untuk berkunjung ke Arab tiga kali. Satu kali pada era Presiden SBY(Susilo Bambang Yudhoyono) dan dua kali dari era Presiden Jokowi (Joko Widodo)," kata Iqbal.
Setidaknya dalam kurun waktu tersebut sudah 42 nota diplomatik dilayangkan. Juga termasuk surat yang dikirimkan baik oleh KJRI Jeddah, KBRI Riyadh, maupun surat pribadi dari Duta Besar Indonesia di Riyadh kepada tokoh-tokoh masyarakat maupun pejabat tinggi di pemerintahan Arab Saudi.
Presiden RI setidaknya sudah mengirimkan surat kepada pemerintah Arab Saudi sebanyak tiga kali, satu di era SBY dan dua kali di era Jokowi.
"Juga sekurang-kurangnya tiga kali isu Zaini Misrin diangkat dalam pertemuan empat mata (presiden) dengan Raja Arab Saudi, begitu juga Menlu(Retno Marsudi) mengangkat tiga kali isu ini saat bertemu Menlu Arab," kata Iqbal.