LBH Masyarakat: Ini Lima PR Kepala BNN Heru Winarko
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Rina Widiastuti
Minggu, 4 Maret 2018 16:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat berharap pengangkatan Heru Wijanarko sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) menggantikan Budi Waseso (Buwas), membawa angin segar pada kebijakan pemberantasan narkoba di Indonesia. Analis Kebijakan Narkoba LBH Masyarakat, Yohan Misero, mencatat ada lima pekerjaan rumah yang mesti dibereskan Heru saat menjabat Kepala BNN.
Pertama, Yohan mengatakan, Heru harus menghentikan hukuman mati dan tembak mati di tempat sebagai simbol keberhasilan kebijakan anti-narkoba. Menurut dia, kebijakan itu telah melanggar HAM dan terbukti tidak efektif memberantas narkoba.
Baca: Tiga Langkah Prioritas Kepala BNN Heru Winarko
Yohan mencatat selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, sudah 18 terpidana kasus narkoba dihukum mati. Akhir tahun lalu, BNN bahkan memproklamirkan 79 orang akan menyusul dieksekusi. Namun, meski ada hukuman itu, ia mengklaim angka peredaran narkoba tetap naik tiap tahun.
"Pendekatan semacam ini juga hanya merepotkan rekan di Kementerian Luar Negeri yang harus mempertanggungjawabkan komitmen Indonesia terhadap HAM," kata dia dalam keterangan pers, Ahad, 4 Maret 2018.
Yohan mengatakan tugas kedua Heru adalah mengusahakan revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menurut dia, UU Narkotika yang saat ini berlaku di Indonesia memiliki beberapa kelemahan.
Baca: Kepala BNN Heru Winarko Janji Akan Segalak Budi Waseso
Misalnya saja, kata dia, UU Narkotika masih mengkriminalisasi penggunaan narkoba, meski dalam jumlah kecil. Selain itu, BNN juga tak memiliki wewenang merehabilitasi pecandu, sehingga kewenangan rehabilitasi harus diselundupkan via Peraturan Presiden. "Hal ini sepatutnya jadi perhatian Kepala BNN baru untuk ikut mereformasi kebijakan narkotika Indonesia," kata dia.
Yohan juga meminta agar Heru memberikan pernyataan publik untuk menolak masuknya pasal-pasal narkotika dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Menurut dia, masuknya pasal narkotika ke dalam RKUHP akan menghilangkan hak rehabilitasi bagi pengguna dan mengancam wewenang BNN memberantas Narkoba.
Tugas keempat, Yohan mengharapkan Heru dapat menggunakan pengalamannya selama di KPK untuk mengendus peredaran narkoba via pencucian uang yang dilakukan pengedar. Reputasi Heru Winarko di bidang ini, kata dia, diharapkan dapat membuat aspek penegakan hukum narkotika lebih kreatif. "Jadi tidak hanya represif namun juga melalui kanal-kanal tindak pidan pencucian uang," kata dia.
Terakhir, Yohan juga meminta pengalaman Heru di KPK dapat digunakan untuk memberantas korupsi yang melingkari peredaran narkoba di Indonesia. Dia mengatakan, tiap bisnis gelap tak pernah berdiri sendiri tanpa kekuasaan yang melindunginya. Oleh sebab itu, dia meminta agar BNN dapat bekerjasama dengan KPK untuk mengungkap oknum korup di lembaga penegak hukum yang sering terlibat dalam pemberantasan narkotika, seperti BNN, Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, TNI dan Bea Cukai.
"Heru Winarko yang pernah bekerja di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Polri dan bertindak sebagai Deputi Penindakan KPK semestinya punya kemampuan yang lebih dari cukup untuk ini. Jangan sampai pelaku-pelaku korupsi di penegakan hukum narkotika tidak tersentuh," kata dia.