NasDem dan PPP Menuding Pembahasan Revisi UU MD3 Tak Transparan

Reporter

Hussein Abri

Selasa, 13 Februari 2018 09:10 WIB

Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas (kiri) memberi dokumen pengesahan kepada menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat rapat paripurna pembahasan revisi Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) di Senayan, Jakarta, 12 Februari 2018. Panitia kerja (Panja) Revisi UU MD3 dan Pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM sepakat menambah 1 kursi pimpinan DPR, 3 di MPR dan 1 di DPD. TEMPO/Fakhri Hermansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Pengesahan perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) dalam rapat paripurna pada Senin, 12 Februari 2018, bakal berbuntut panjang. Sejumlah kalangan pun bersiap-siap menggugat aturan yang dinilai menabrak konstitusi dengan memperkuat kewenangan DPR ini.

Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, menuturkan ia dan teman-teman koalisi masyarakat sipil bakal berkumpul pada hari ini untuk menyiapkan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. “Revisi undang-undang ini hanya memasukkan kepentingan DPR,” kata Lucius ketika dihubungi Tempo, Senin, 12 Februari 2018.

Baca: Walk Out di Paripurna, NasDem: RUU MD3 Terlalu Pragmatis

Hal senada diutarakan Direktur Pelaksana The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Abraham Todo Napitupulu. Dia menilai DPR telah melanggar putusan Mahkamah Konsitusi yang telah menghapus wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan dalam urusan anggota Dewan jika dipanggil atau diperiksa penyidik. “Undang-undang baru ini akan menjadi prioritas kami untuk digugat konstitusionalitasnya. Apalagi ada pasal-pasal baru yang seolah DPR hendak menjadi penegak hukum,” kata Erasmus.

Dalam putusan perkara uji materi Nomor 76/PUU-XII/2014, yang dimohonkan oleh ICJR, Mahkamah Konstitusi mengubah syarat persetujuan MKD dalam rencana penyidikan menjadi persetujuan presiden. MKD sebagai alat kelengkapan DPR dinilai tidak tepat mengurusi peradilan pidana.

Namun revisi UU MD3 yang disahkan kemarin kembali mengubah Pasal 245 dan lagi-lagi mengatur peran MKD. Pemanggilan dan pemeriksaan anggota DPR dalam penyidikan pidana dinyatakan harus mendapat persetujuan presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD.

Baca: RUU MD3 Disahkan, Dua Fraksi DPR Walk Out

Advertising
Advertising

Pasal 122 huruf (k) dalam beleid baru ini juga dinilai bermasalah lantaran menambah kewenangan MKD untuk mengambil langkah hukum terhadap perorangan, kelompok, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggotanya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, tak mau ketinggalan dalam rencana gugatan UU MD3. Walau demikian, kata dia, Pusako mengkhawatirkan kredibilitas lembaga penjaga marwah konstitusi yang belakangan dianggap merosot setelah Ketua MK Arief Hidayat tersandung kasus etik akibat pertemuan dengan Komisi Hukum DPR. “Kami sedang mempertimbangkan bagaimana supaya uji materi ini tak sia-sia,” kata Feri.

Rapat paripurna pengesahan UU MD3, Senin, 12 Februari 2018, juga diwarnai aksi walk out anggota Fraksi Partai NasDem dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Mereka menuding pemimpin Badan Legislasi DPR tak transparan dalam pembahasan revisi.

Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Johnny Gerard Plate, menuturkan fraksinya tidak mengetahui masuknya pasal-pasal baru yang kontroversial ini karena sejak awal pembahasan berfokus membicarakan rencana penambahan satu kursi pemimpin MPR dan DPR untuk PDI Perjuangan. “Kami pun terkejut, karena baru tahu saat pengambilan keputusan pada tingkat panitia kerja pada Rabu pekan lalu,” kata Johnny.

Sekretaris Fraksi PPP Arsul Sani menilai banyak pasal karet di UU MD3 yang baru. “Kami juga menyoroti penambahan kursi MPR yang ditunjuk dan tanpa melibatkan DPD,” ujar dia.

Wakil Ketua Badan Legislasi dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, menampik dugaan bahwa pembahasan tak transparan. “Pasal ini sudah masuk lama, tapi pembahasannya alot saja,” ujar dia. Firman mempersilakan bagi yang tak puas atas pengesahan UU MD3 untuk segera melakukan uji materi di MK.

AGOENG

Berita terkait

Dianggap Ganggu Ketenagakerjaan Indonesia, MK Minta Pemberi Kerja Asing Wajib Penuhi Persyaratan

3 hari lalu

Dianggap Ganggu Ketenagakerjaan Indonesia, MK Minta Pemberi Kerja Asing Wajib Penuhi Persyaratan

Hakim MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh serta Serikat Pekerja ihwal uji materiil Undang-undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Permohonan Serikat Pekerja Buruh soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

3 hari lalu

MK Kabulkan Permohonan Serikat Pekerja Buruh soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan Serikat Pekerja dalam UU Cipta Kerja.

Baca Selengkapnya

Kemnaker Klaim Hormati Putusan MK soal UU Ciptaker, tapi Tak Jelaskan Nasib Skema Pengupahan

3 hari lalu

Kemnaker Klaim Hormati Putusan MK soal UU Ciptaker, tapi Tak Jelaskan Nasib Skema Pengupahan

Kemnaker menghormati putusan Mahkamah Konstitusi terkait judicial review terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Baca Selengkapnya

Daftar Lengkap 21 Pasal UU Cipta Kerja yang Direvisi MK, Ada PKWT hingga PHK

4 hari lalu

Daftar Lengkap 21 Pasal UU Cipta Kerja yang Direvisi MK, Ada PKWT hingga PHK

MK mengabulkan sebagian gugatan UU Cipta Kerja, mulai dari ketentuan PKWT, PHK, hingga tenaga kerja asing.

Baca Selengkapnya

Gugatan UU Cipta Kerja Diterima, Kontrak Kerja Maksimal 5 Tahun dan PHK Tak Boleh Asal

4 hari lalu

Gugatan UU Cipta Kerja Diterima, Kontrak Kerja Maksimal 5 Tahun dan PHK Tak Boleh Asal

MK mengabulkan sebagian gugatan UU Cipta Kerja, seperti PKWT maksimal lima tahun dan perundingan wajib dilakukan sebelum PHK.

Baca Selengkapnya

Pimpinan DPR Bilang Tampung Usulan soal 8 UU Politik Direvisi dengan Metode Omnibus Law

4 hari lalu

Pimpinan DPR Bilang Tampung Usulan soal 8 UU Politik Direvisi dengan Metode Omnibus Law

Anggota Komisi II DPR mengusulkan delapan UU politik agar dipertimbangkan untuk direvisi dengan metode omnibus law.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh soal UU Cipta Kerja, 21 Pasal Diubah

4 hari lalu

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh soal UU Cipta Kerja, 21 Pasal Diubah

Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo, mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang diujikan terkait UU Cipta Kerja itu.

Baca Selengkapnya

Kelompok Pengacara dan Profesional Dukung Ridwan Kamil-Suswono, akan Mengawal sampai MK

5 hari lalu

Kelompok Pengacara dan Profesional Dukung Ridwan Kamil-Suswono, akan Mengawal sampai MK

GPN RI menyatakan akan mengawal kemenangan Ridwan Kamil-Suswono dalam satu putaran di Pilkada Jakarta.

Baca Selengkapnya

Buruh Akan Gelar Unjuk Rasa saat Pembacaan Putusan Uji Materiil UU Cipta Kerja di MK

7 hari lalu

Buruh Akan Gelar Unjuk Rasa saat Pembacaan Putusan Uji Materiil UU Cipta Kerja di MK

Buruh mendesak agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan seluruh petitum yang diajukan, terutama terkait pencabutan pasal-pasal yang merugikan pekerja.

Baca Selengkapnya

Susun Prolegnas 2024-2029, Baleg DPR Beri Waktu 10 Hari untuk AKD dan Fraksi Usulkan RUU

11 hari lalu

Susun Prolegnas 2024-2029, Baleg DPR Beri Waktu 10 Hari untuk AKD dan Fraksi Usulkan RUU

Baleg DPR menyatakan RUU PPRT dan RUU MD3 masuk Prolegnas prioritas 2024-2029.

Baca Selengkapnya