Dua anak melihat speedboat membawa warga yang menderita gizi buruk keluar dari kampung Warse, Distrik Jetsy, Kabupaten Asmat, Papua, 24 Januari 2018. Keuskupan Agats bersama tim asistensi mengkoordinir warga yang terdampak gizi buruk, campak, malaria dan muntah darah untuk dievakuasi guna mendapatkan perawatan. ANTARA/M Agung Rajasa
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pembangunan Bina Daerah Kementerian Dalam Negeri, Diah Indrajati, mengatakan sudah membentuk tim internal untuk mengevaluasi pelaksanaan otonomi khusus Papua.
"Kemarin sore sudah membentuk tim task force (satuan tugas) internal," katanya dalam diskusi di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Senin, 29 Januari 2018.
Diah menuturkan salah satu direktorat di Kementerian Dalam Negeri yang terlibat, yakni Direktorat Pembangunan Bina Daerah, akan mengevaluasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Papua hingga program-programnya.
Kemudian Direktorat Bina Keuangan Daerah untuk pembinaan APBD serta Direktorat Otonomi Daerah untuk menangani pelaksanaan otonomi khusus di sana. "Kami ada tiga pihak, intens akan konsolidasi tim pendampingan untuk Papua," ujarnya.
Diah menilai penyelenggaraan pemerintahan di Papua belum optimal. Selain itu, cara mengevaluasinya pun tidak bisa disamakan dengan daerah lain. Karena itu, ia menggunakan metode evaluasi dengan pembentukan tim internal.
Di tempat yang sama, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho menambahkan, kapasitas pemerintah daerah Papua harus ditingkatkan. Ia menilai pendampingan oleh Kementerian Dalam Negeri merupakan solusi yang efektif dalam jangka menengah pencegahan wabah gizi buruk.
"Pendampingan aparatur pemerintah daerah dan masyarakat itu strategi kunci. Mungkin enggak setahun. Kalau saya boleh usul, didampingi, ditongkrongi, kalau perlu tiga hingga lima tahun di sana sampai kapasitas terbantu," ucapnya.
Evaluasi terhadap pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Papua dilakukan pasca-temuan ratusan penderita gizi buruk di Kabupaten Asmat. Papua dianggap belum mengoptimalkan pelaksanaan otonomi khusus dalam memanfaatkan dana alokasi umum (DAU).
DAU tersebut diprioritaskan untuk pembangunan pendidikan dan kesehatan. Tahun ini, Papua menerima anggaran DAU Rp 22,45 triliun. Diah mengatakan jumlahnya terus meningkat setiap tahun sejak 2002. Dengan anggaran DAU yang didapat Papua, Diah menyayangkan masih terjadinya gizi buruk di sana.