Pakar Hukum: Ada Kekosongan Hukum tentang LGBT di Indonesia

Sabtu, 23 Desember 2017 11:44 WIB

Ketua Hakim konsitusi Arief Hidayat bersama anggota hakim konstitusi, saat menggelar sidang uji materi UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 40 ayat 1, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 19 Juli 2017. Selain itu, MK menolak permohonan uji materi terkait kewajiban cuti petahana yang diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana, Suparji Ahmad, menyatakan ada kekosongan hukum di Indonesia ihwal regulasi bagi kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau LGBT. Kekosongan hukum itu mengesankan aktivitas LGBT bukan perbuatan yang legal.

"Karena yang legal ada dasar aturan yang jelas," kata Suparji dalam diskusi bertajuk LGBT, Hak Asasi, dan Kita di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 23 Desember 2017.

Menurut Suparji, aktivitas yang legal atau sah bukan hanya memiliki kejelasan norma hukum. Aktivitas legal itu juga sebaiknya tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

Baca: Menag Lukman Hakim: Pelaku LGBT Perlu Diayomi, Bukan Dikucilkan

Salah satu contoh kekosongan hukum itu, ucap Suparji, adalah perdebatan usia dewasa seseorang. Kekosongan hukum itu lantas menyebabkan dampak atas aktivitas LGBT tak dapat dipidana. Artinya, tidak ada kriminalisasi terhadap aktivitas ataupun pelaku LGBT. "Tidak bisa ada kriminalisasi LGBT, tapi juga tidak jadi legal LGBT," ujar Suparji.

Advertising
Advertising

Suparji menilai Mahkamah Konstitusi dapat melakukan perluasan makna terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau undang-undang lain. Jika tidak, justru Mahkamah membiarkan praktik yang terjadi.

Adapun aturan hukum harus memuat nilai-nilai etika dan moralitas untuk menciptakan keadilan yang memperhatikan keseimbangan para pihak. Dengan begitu, diharapkan tak ada kesewenang-wenangan dan perlakuan diskriminatif terhadap pihak tertentu.

Baca: Dede Oetomo Komentari Putusan MK yang Tolak Kriminalisasi LGBT

Pernyataan Suparji ini untuk menanggapi keputusan hakim Mahkamah yang menolak judicial review atau uji materi terhadap Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 KUHP pada Kamis, 14 Desember 2017. Permohonan uji materi itu diajukan guru besar Institut Pertanian Bogor, Euis Sunarti, dan sejumlah pihak.

Penggugat meminta frasa "belum dewasa" dihapuskan. Dengan begitu, semua perbuatan seksual sesama jenis dapat dipidana. Selain itu, homoseksual harus dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik yang belum dewasa maupun sudah dewasa.

Berita terkait

Dianggap Ganggu Ketenagakerjaan Indonesia, MK Minta Pemberi Kerja Asing Wajib Penuhi Persyaratan

10 jam lalu

Dianggap Ganggu Ketenagakerjaan Indonesia, MK Minta Pemberi Kerja Asing Wajib Penuhi Persyaratan

Hakim MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh serta Serikat Pekerja ihwal uji materiil Undang-undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja

Baca Selengkapnya

Gugatan UU Cipta Kerja Diterima, Kontrak Kerja Maksimal 5 Tahun dan PHK Tak Boleh Asal

1 hari lalu

Gugatan UU Cipta Kerja Diterima, Kontrak Kerja Maksimal 5 Tahun dan PHK Tak Boleh Asal

MK mengabulkan sebagian gugatan UU Cipta Kerja, seperti PKWT maksimal lima tahun dan perundingan wajib dilakukan sebelum PHK.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Partai Buruh: Keadilan Masih Ada

1 hari lalu

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Partai Buruh: Keadilan Masih Ada

Dikabulkannya uji materi terhadap UU Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi menunjukkan keadilan masih ada, kata Ketua Partai Buruh.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh soal UU Cipta Kerja, 21 Pasal Diubah

1 hari lalu

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh soal UU Cipta Kerja, 21 Pasal Diubah

Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo, mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang diujikan terkait UU Cipta Kerja itu.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Ini 6 Poin Penting Putusannya

2 hari lalu

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Ini 6 Poin Penting Putusannya

MK kabulkan uji materi tentang UU Cipta Kerja, minta DPR dan Pemerintah membuat UU ketenagakerjaan baru dan memisahkannya dari Omnibus Law

Baca Selengkapnya

Putusan PTUN Jakarta Tolak Gugatan PDIP Soal Pencalonan Gibran sebagai Cawapres, Kilas Balik Kasusnya

7 hari lalu

Putusan PTUN Jakarta Tolak Gugatan PDIP Soal Pencalonan Gibran sebagai Cawapres, Kilas Balik Kasusnya

DPP PDIP menghormati putusan PTUN Jakarta yang tolak gugatannya. Ini kasus yang dipersoalkan PDIP mengenai pencalonan Gibran sebagai cawapres.

Baca Selengkapnya

Kader PPP Minta MK Batasi Masa Jabatan Anggota Legislatif jadi 2 Periode

10 hari lalu

Kader PPP Minta MK Batasi Masa Jabatan Anggota Legislatif jadi 2 Periode

Menurut kuasa hukum kader PPP itu, periode masa jabatan anggota legislatif perlu dibatasi dan disamakan dengan eksekutif.

Baca Selengkapnya

Eddy Hiariej Pernah Berurusan dengan Hukum, Prabowo Menunjuknya Jadi Wakil Menteri Hukum

10 hari lalu

Eddy Hiariej Pernah Berurusan dengan Hukum, Prabowo Menunjuknya Jadi Wakil Menteri Hukum

Eddy Hiariej ditetapkan tersangka KPK atas dugaan suap dan gratifikasi, maju praperadilan dan bebas. Kini, Prabowo menunjuk jadi Wakil Menteri Hukum.

Baca Selengkapnya

Tim Pembela Prabowo-Gibran di MK Menuju Posisi Menteri: Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, dan Eddy Hiariej

15 hari lalu

Tim Pembela Prabowo-Gibran di MK Menuju Posisi Menteri: Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, dan Eddy Hiariej

Beberapa nama Tim Pembela Prabowo-Gibran dalam sengketa Pilpres 2024, Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, dan Eddy Hiariej digadang jadi menteri.

Baca Selengkapnya

Otto Hasibuan ke Kertanegara, Sebelumnya Jadi Pembela Prabowo-Gibran Saat Sengketa Pilpres 2024 di MK

16 hari lalu

Otto Hasibuan ke Kertanegara, Sebelumnya Jadi Pembela Prabowo-Gibran Saat Sengketa Pilpres 2024 di MK

Otto Hasibuan masuk dalam 59 nama yang di panggil Prabowo ke Kertanegara. Ia anggota tim hukum Prabowo-Gibran dalam sengketa Pilpres 2024 di MK.

Baca Selengkapnya