DPR: Panglima Hadi Tjahjanto Berwenang Batalkan Mutasi Pati TNI
Reporter
Antara
Editor
Rina Widiastuti
Rabu, 20 Desember 2017 16:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais menilai Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto berwenang penuh membatalkan keputusan mutasi perwira tinggi TNI yang diputuskan oleh panglima sebelumnya, Jenderal Gatot Nurmantyo.
"Mutasi perwira tinggi di TNI memang wewenang penuh Panglima TNI," kata Hanafi di Jakarta, Rabu, 20 Desember 2017.
Baca: Ini 16 Perwira Tinggi TNI yang Mutasinya Diubah Hadi Tjahjanto
Mutasi di tubuh TNI, menurut dia, adalah hal yang normal. Hal itu, ia menegaskan, sepenuhnya wewenang Panglima TNI.
Politikus Partai Amanat Nasional itu menilai mutasi di TNI tidak sama logikanya dengan perombakan kabinet. Karena itu, dia mengingatkan jangan dipolitisasi oleh pihak-pihak tertentu.
"TNI akan membuktikan profesionalismenya, yaitu tidak berpolitik. Mutasi di TNI tidak sama logikanya dengan perombakan kabinet. Jadi, jangan juga kita mempolitisasinya," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR Evita Nursanti juga mendukung keputusan Panglima Hadi Tjahjanto yang mengubah Keputusan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo Nomor Kep/982/XII/2017 tanggal 4 Desember 2017. Ia mengaku, mendengar dari 85 orang yang dimutasi, 16 di antaranya dibatalkan.
Baca: Penjelasan Hadi Tjahjanto Soal Pembatalan Mutasi 16 Pati TNI
"Tapi apa pun, saya mendukung keputusan Marsekal Hadi. Alasan pertama adalah memang tidak pantas apabila keputusan rotasi diambil oleh seorang Panglima TNI yang berada di ujung masa jabatannya," ujarnya.
Dia menambahkan, mungkin saja benar proses mutasi itu sudah berlangsung jauh hari, tetapi sebagai panglima yang akan diganti, sebaiknya menyerahkan keputusan itu kepada panglima yang baru.
Alasan kedua, Evita melanjutkan, Marsekal Hadi Tjahjanto pasti sudah melakukan evaluasi mengenai kondisi sumber daya manusia di TNI begitu dipantik oleh Presiden Joko Widodo. "Jadi, dia tahu kekuatan personel yang ada, sehingga diambil keputusan untuk mempertahankan posisi personel dalam organisasi. Kemudian ada pertimbangan profesionalitas dan merit system," ujarnya