Pungli di Samarinda, Sidang Tuntutan Ketua Komura Molor 7 Jam
Reporter
Sapri Maulana (Kontributor)
Editor
Rina Widiastuti
Kamis, 14 Desember 2017 23:45 WIB
TEMPO.CO, Samarinda - Pengadilan Negeri Samarinda dipadati pengunjung sejak siang hari, Kamis, 14 Desember 2017. Ketua Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) Jafar Abdul Gaffar dan sekretarisnya Dwi Hari Winarno dijadwalkan menjalani sidang tuntutan kasus pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Palaran, Samarinda, pukul 15.00 Wita. Gaffar sudah tiba di ruang sidang, namun sidang molor hingga 7 jam. Hingga pukul 22.00 Wita belum dimulai.
Kasus pungli pelabuhan Samarinda ini terungkap pada pertengahan Maret 2017 oleh Satuan Sapu Bersih Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Saber Pungli Mabes Polri). Kepala Kepolisian Kalimantan Timur, Inspektur Jenderal Safaruddin, dalam rilis pasca-pengungkapan kasus itu menyebutkan kasus ini terungkap dari adanya laporan masyarakat.
Baca: Pungli Pelabuhan Samarinda Diduga Paling Banyak di Muara Berau
"Laporan yang masuk menyebutkan biaya yang dikeluarkan pengguna jasa cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan di Surabaya, Jawa Timur, biaya untuk satu kontainer hanya Rp 10 ribu, sedangkan di Samarinda, untuk kontainer 20 feet dikenakan tarif Rp 180 ribu dan 40 feet Rp 350 ribu. Jadi selisihnya lebih dari 180 persen," kata Safaruddin.
Sebelumnya, polisi memperkirakan total pungli yang dilakukan Komura mencapai Rp 2,6 triliun terhitung sejak 2010 hingga 2017. Dalam kasus ini, polisi menyita uang Rp. 259.470.712.473, lima unit kendaraan roda empat, enam unit roda dua, juga satu unit rumah dan tanah.
Komura selaku penyedia jasa tenaga kerja bongkar muat (TKBM) diduga kuat melakukan pungutan liar karena meminta tarif lebih besar dari ketentuan yang berlaku. Dari penjelasan polisi sebelumnya, diduga seluruh dana yang diperoleh secara melawan hukum karena perusahaan yang menggunakan jasa TKBM Komuta diketahui menolak tarif yang ditetapkan. Masih dari keterangan pengungkapan kasus itu, jika perusahaan menolak membayar maka ada intimidasi yang dilakukan dalam bentuk pengerahan massa guna mencapai tujuan Komura.
Baca: Pungli Pelabuhan Samarinda, Polri: Komura Terima Rp 2 Triliun
"Padahal di Pelabuhan Peti Kemas Palaran itu sudah menggunakan mesin atau crane, tapi mereka meminta bayaran, namun tidak melalui kegiatan buruh," ujar Safaruddin.
Beberapa saat setelah kasus itu dibongkar oleh Saber Pungli Mabes Polri, Gaffar sempat mengelak pihaknya melakukan pungli. Menurut dia, uang yang diperoleh Komura adalah murni hasil keringan buruh TKBM. “Itu bukan uang hasil curian, murni hasil keringat buruh,” kata Gaffar pertengahan April 2017.