Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita berbicara dalam rapat dengar pendapat umum bersamaPanitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 11 Juli 2017. Rapat tersebut meminta penjelasan dan pandangan Romli Atmasasmita sebagai pakar hukum pidana berkaitan temuan pansus angket terhadap dugaan penyimpangan yang dilakukan KPK. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Penahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tersangka korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP, Setya Novanto, dikritik Ketua Tim Perumus Undang-Undang KPK Romli Atmasasmita. “Tidak ada alasan KPK menahan Setya Novanto,” kata Romli saat ditemui di Jakarta, Sabtu, 18 November 2017.
Pakar hukum pidana dari Universitas Padjadjaran ini mengatakan Setya tidak memenuhi tiga syarat seorang tersangka bisa ditahan menurut Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Apa syarat seseorang bisa ditahan? Romli mengatakan, menurut KUHAP, syaratnya adalah tersangka akan melarikan diri, tersangka akan merusak dan menghilangkan barang bukti, serta tersangka akan mengulangi tindak pidana. “Orang sakit enggak mungkin kabur, apalagi berpikir menghancurkan barang bukti.”
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Setya Novanto menjalani perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, sejak Kamis, 16 November 2017. Dia mengalami kecelakaan tunggal setelah mobil yang ditumpanginya menabrak tiang listrik di kawasan Permata Hijau, Jakarta Barat.
KPK mengeluarkan surat penahanan sesaat setelah Setya diketahui dirawat di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta Barat akibat kecelakaan itu. Namun, karena Setya masih membutuhkan perawatan dari tim dokter, KPK akhirnya menunda penahanannya.
Ihwal penahanan Setya itu, KPK menjadikan Pasal 21 KUHAP sebagai dasar hukum. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menyebut alasan obyektif dan subyektif untuk penahanan telah terpenuhi. “Apalagi sebelumnya Setya Novanto juga masuk DPO (daftar pencarian orang),” kata Febri melalui pesan elektroniknya di Jakarta, Sabtu.