Anggota Brimob berjaga di kawasan Pura Besakih di Karangasem, Bali, 4 Oktober 2017. Sejumlah polisi bersenjata terlihat berjaga di sekitar Pura Besakih saat aktivitas Gunung Agung masih pada level awas. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Karangasem - Pengungsi Gunung Agung di sejumlah wilayah di Kabupaten Karangasem, Bali, melaksanakan persembahyangan pada Hari Suci Galungan. Hari Suci ini merupakan peringatan kemenangan dharma (kebaikan) melawan kejahatan (adharma).
“Persembahyangan dilaksanakan di Pura Merajan (keluarga), Pura desa, dan pura-pura lain di wilayah desa kami,” kata Made Dwi, 30 tahun, salah satu warga Desa Besakih, Rabu, 1 November 2017.
Perayaan Galungan tahun ini dirasakan berbeda jika dibandingkan dengan perayaan Galungan enam bulan lalu. Kini, sebagian besar warga Besakih harus menetap di pengungsian di sejumlah wilayah di Kabupaten Klungkung.
“Ada yang sudah pulang dan menempati rumah masing-masing. Namun masih banyak pula yang di pengungsian karena banjarnya masuk kawasan rawan bencana,” ujarnya.
Nengah Pondoh, 60 tahun, warga Desa Sebudi mengaku pulang ke rumah untuk bersembahyang pada perayaan Hari Suci Galungan. Pondoh sebelumnya sempat pulang guna mempersiapkan berbagai jenis kebutuhan menjelang Galungan. Sanak keluarga pria mempersiapkan penjor dan makanan, serta yang perempuan mempersiapkan sarana banten dan persembahan.
Jarak rumah yang hanya empat kilometer dari puncak kawah membuat dia was-was tinggal terlalu lama di desanya. “Kalau sudah malam pasti kembali ke pengungsian. Takut juga kalau lama-lama di rumah. Cari aman saja,” ucapnya sembari membuat penjor Galungan.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan bagi pengungsi yang berada di zona merah dipersilakan pulang kembali ke desa masing-masing untuk melaksanakan persembahyangan Galungan. Pastika berpesan agar para pengungsi tetap menjaga kewaspadaan dan secara khusus berdoa sembari berharap keadaan segera membaik pascapenurunan status Gunung Agung dari awas ke siaga.