Tjahjo Kumolo Ingin Pembahasan Perpu Ormas Mencapai Mufakat
Reporter
Arkhelaus Wisnu Triyogo
Editor
Iqbal Muhtarom
Minggu, 22 Oktober 2017 14:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berharap ada titik temu dalam pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan atau Perpu Ormas di Dewan Perwakilan Rakyat. Ia berharap pembahasan mencapai kata mufakat dalam rapat dengar pendapat akhir Komisi II DPR, Senin besok.
"Saya yakin semua partai politik, yang berideologi Pancasila, ingin mempertahankan ideologi Pancasila. Saya yakin ada mufakat," katanya di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Minggu, 22 Oktober 2017.
Baca juga: Fraksi Gerindra dan PKS DPR Tolak Perpu Ormas, Ini Alasannya
Menteri yang juga politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mengakui adanya perbedaan pendapat dalam rapat dengan Komisi II DPR dalam pembahasan Perpu Ormas. "Soal ada masukan, ada beda pendapat. Saya kira bukan terkait dengan Pancasila-nya, tapi untuk penyempurnaan undang-undangnya," ujarnya.
Komisi Pemerintahan DPR terbelah antara yang mendukung dan menolak perpu yang diajukan pemerintah tersebut. Beberapa fraksi, seperti Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera, menolak perpu itu.
Baca juga: Setuju Membahas Perpu Ormas, Sejumlah Fraksi DPR Beri Catatan
Sebelumnya, juru bicara Fraksi Gerindra, Azikin Solthan, mengatakan fraksinya memutuskan ikut terlibat dalam pembahasan agar bisa memberikan masukan. Gerindra menolak perpu tersebut karena dinilai melanggar hak kebebasan berkumpul, berserikat, dan mengemukakan pendapat.
Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mardani Ali Sera menganggap perpu yang dikeluarkan pemerintah pada 12 Juli 2017 ini mengandung ambiguitas dan berpotensi menjadi pasal karet. PKS juga mempertanyakan kegentingan yang memaksa, yang mengharuskan pemerintah menerbitkan perpu ini.
Baca juga: Perpu Ormas: NU Mendukung, Muhammadiyah Menolak
Pemerintah mengeluarkan Perpu Ormas pada 12 Juli 2017 untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, pemerintah berdalih Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 lemah dari sisi substansi terkait dengan norma, larangan dan sanksi, serta prosedur hukum.
Pemerintah menilai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 dianggap tidak mewadahi asas hukum administrasi contrario actus, yaitu asas yang mengizinkan lembaga yang mengeluarkan izin adalah lembaga yang memiliki wewenang untuk mencabut atau membatalkannya.