Mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Mohammad Jafar Hafsah sebelum memberikan keterangan kesaksian dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik dengan tersangka Irman dan Sugiarto sebelum menjalani sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan delapan orang aksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 3 April 2017. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Ketua Fraksi Demokrat Muhammad Jafar Hafsah mengakui menerima aliran uang Rp 970 juta dari bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, dalam persidangan perkara korupsi KTP elektronik (e-KTP). "Saya terima uang dari Pak Nazaruddin ketika menjabat Ketua Fraksi," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 16 Oktober 2017.
Uang itu, kata Jafar, digunakan untuk biaya operasional Ketua Fraksi Demokrat. Ia tidak mengetahui uang itu termasuk dana proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
Dalam surat dakwaan dua bekas pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, Jafar disebut menerima uang panas e-KTP US$ 100 ribu. Jafar menjabat Ketua Fraksi Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat menggantikan Anas Urbaningrum saat pembahasan proyek e-KTP berjalan.
Jafar mengaku baru mengetahui uang itu bagian dari anggaran proyek e-KTP setelah menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Awalnya, ia tak tahu asal uang itu. Namun, setelah berdialog dengan penyidik KPK, ia baru menyadarinya.
Ia menjelaskan, uang itu di antaranya digunakan untuk kunjungan saat gempa bumi di Mentawai dan pembinaan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. "Misalnya kunjungan ke konstituen, (saya) memberikan materi. Atau ada bencana, saya berkunjung," ujarnya.
Jaksa menanyakan mobil land Cruiser yang dibeli Jafar. Ia membenarkan telah membeli mobil itu. Menurutnya, mobil itu dibeli dari hasil penjualan mobil Land Cruiser-nya yang lama ditambah uang yang ia miliki. "Harganya sekitar Rp 300 jutaan," ucapnya di persidangan perkara korupsi e-KTP.