TEMPO.CO, Serang - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus suap pembentukan Bank Banten yang melibatkan Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten SM Hartono, Ketua Harian Badan Anggaran DPRD Banten Tri Satria Santosa, dan Dirut PT Banten Global Development (BGD) Ricky Tampinongkol.
Lembaga antirasuah tersebut telah mengirimkan surat panggilan pemeriksaan kepada Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah. Politikus PDIP ini dijadwalkan menjalani pemeriksaan di KPK pada Selasa, 15 Desember 2015 besok. "Saya akan datang untuk memenuhi panggilan itu. KPK ingin meminta keterangan seputar rencana pembentukan Bank Banten" ujar Asep Senin, 14 Desember 2015.
Asep mengaku tidak kaget dengan surat panggilan yang dilayangkan KPK tersebut. Menurut dia, sebagai ketua dewan dirinya sudah memprediksi keterangannya bakal dibutuhkan KPK. "Semua keputusan di DPRD diambil secara kolektif kolegial maka ketika KPK ingin tahu secara detail tentang pembentukan Bank Banten, tentu saya selaku ketua dewan akan dimintai keterangan," katanya.
Wakil Ketua DPRD Banten Ali Zamroni mengatakan, surat panggilan dari KPK sudah diterima sejak Jumat pekan lalu. Menurutnya, secara prinsip dirinya mengaku tidak tahu terkait kasus suap yang melibatkan Wakil Ketua DPRD dan Ketua Badan Anggaran. "Jujur saya tidak tahu kenapa harus sampai ada suap. Mereka bertindak atas nama pribadi, bukan lembaga," katanya.
Ali berharap, keterangan yang akan disampaikan pimpinan dewan ke KPK akan membuat kasus ini semakin jelas. "Saya berharap keterangan kami nanti bisa membuat kasus ini semakin terang benderang sehingga bisa cepat selesai," katanya.
Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (Alipp) Banten di Banten Uday Suhada menyatakan, operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Banten dan bos PT Banten Global Development (BGD) tidak berdiri sendiri. Karena itu, ia meminta KPK juga memeriksa Gubernur Banten Rano Karno dan Sekretaris Daerah Banten Ranta Suharta sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD).
"Untuk mengurai persoalan ini, KPK juga sebaiknya memeriksa Gubernur Rano, Sekda Ranta, termasuk Kepala Bappeda Yanuar dan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Wahyu Wardana," tegas Uday.
Sebagai informasi, pembentukan Bank Banten tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012-2017 dan Perda No. 5 Tahun 2013 tentang Pembentukan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Banten. Sesuai rencana, penyertaan modal pembentukan Bank Banten dibutuhkan Rp 950 miliar. Nilai ini dialokasikan secara bertahap.
Suntikan dana penyertaan modal pertama kali pada 2013 sebesar Rp 315 miliar. Pada 2014, proses pembentukan bank tersebut mandek karena ada temuan BPK terkait dengan penyertaan modal tersebut.
Awalnya, pada 2014 dialokasikan Rp 250 miliar. Namun kemudian anggaran Rp 250 miliar pada APBD 2014 yang dititipkan pada BGD itu dimasukkan ke dalam APBD Perubahan 2014 dan dialihkan untuk tambahan belanja.
Baru kemudian pada 2015, tepatnya pada APBD Perubahan 2015, pembentukan bank tersebut kembali dikebut. Pemprov Banten pun menggelontorkan dana Rp 250 miliar. Terakhir, DPRD mengesahkan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang APBD Banten 2016 menjadi Peraturan Daerah APBD 2016 dengan nilai Rp 8,9 triliun. Dari nilai tersebut, sebesar Rp 350 miliar di antaranya dialokasikan sebagai penambahan penyertaan modal untuk akuisisi Bank Banten.
WASI'UL ULUM