TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama Dwi Badarmanto mengatakan PT Dirgantara Indonesia sudah pernah diajak berbicara mengenai pembuatan helikopter VVIP. Namun perusahaan penerbangan pelat merah itu tak merespons. "Semua sudah kami pertimbangkan, termasuk PT DI," kata Dwi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, 2 Desember 2015.
Menurut Dwi, sejak tahun 2010, TNI sudah mengkaji penambahan kekuatan, termasuk helikopter. Bahkan, pada tahun itu, TNI sudah memesan enam helikopter pengangkut jarak jauh berjenis Cougar kepada PT DI. Namun, hingga saat ini, pesanan itu tak kunjung rampung. "Padahal seharusnya Mei tahun ini sudah rampung. Coba tanya PT DI, benarkah pesawat itu dibikin?"
Dwi mengatakan, saat dikonfirmasi, PT DI mengaku belum bisa melengkapi dua komponen. TNI AU juga membantah jika disebut TNI tidak menggunakan produk dalam negeri. Beberapa produk nasional yang sudah digunakan TNI, kata dia, antara lain Casa 212, CN 235, CN 295, serta Super Puma.
Kalaupun ada beberapa yang harus diimpor, Dwi mengatakan, itu karena PT DI memang belum bisa memproduksi, seperti helikopter jenis AW 101. "Selain itu, F-16 dan Sukhoi, itu belum bisa diproduksi. Kalau bisa, tentu kami sudah pakai PT DI," ujarnya.
TNI Angkatan Udara membeli helikopter Agusta Westland AW 101 buatan Inggris. Helikopter yang akan didatangkan tahun depan tersebut bakal menggantikan Super Puma buatan PT Dirgantara Indonesia untuk menunjang mobilitas Presiden Joko Widodo.
Langkah itu menjadi perbincangan hangat di publik. Banyak pihak menyayangkan pembelian helikopter impor tersebut. Mereka menganggap sebenarnya PT DI mampu membuat heli dengan jenis serupa.
FAIZ NASHRILLAH