TEMPO.CO, Boyolali - Darno alias Ratu Airin Karla mengaku mengenal Dumani sejak 2007. “Saat itu, kami sama-sama bekerja di proyek pembangunan perumahan di Aceh,” kata Darino yang memilih dipanggil Karla saat ditemui di rumahnya, di Desa Cluntang, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Senin, 12 Oktober 2015.
Di proyek pembangunan perumahan bagi para korban tsunami Aceh itu, Dumani, yang hanya tamatan SMP, bekerja sebagai kuli bangunan. Dumani adalah warga Desa Sukorejo, Kecamatan Musuk, Boyolali. Sedangkan, Karla yang tidak tamat SD bekerja sebagai juru masak proyek meski sesekali juga merangkap sebagai kuli bangunan.
“Dulu banyak warga sini yang bekerja di Aceh. Saya ikut saja. Di Aceh, saya baru berkenalan dengan Dumani,” kata Karla yang mengaku sudah memiliki kecenderungan seperti perempuan sejak kecil. Lantaran gaji yang diperoleh tidak sesuai dengan janji pada awal kera, Karla dan Dumani memutuskan pulang kampung ke Boyolali.
Bermodal uang tabungan Rp 4 juta dan keahlian memasak, Karla menggandeng Dumani untuk merintis usaha warung makan kecil-kecilan di wilayah Kecamatan Mojosongo, Boyolali, pada 2008. Warung makan dengan menu khas Jawa itu mereka kelola bersama. “Dia (Dumani) itu soulmate-ku dalam hal mengelola bisnis warung,” kata Karla.
Di awal perjuangannya merintis usaha warung makan, Karla masih menyempatkan diri bekerja sebagai karyawan di Colombus Boyolali selama sekitar satu tahun. “Sekarang, saya terkadang masih menerima side job, seperti rias manten dan menyanyi campursari,” kata Karla. Meski usaha warung makannya mampu bertahan dan terus berkembang hingga tujuh tahun, Karla mengaku belum punya karyawan.
“Warung makan kami buka 24 jam. Jadi gantian jaganya. Saya jaga siang, Dumani jaga malam,” ujar Karla. Kisah Karla dan Dumani mendadak jadi topik hangat di media sosial karena keduanya menggelar acara tasyakuran bertajuk “Bersatunya Ratu Airin Karla dan Dumani” di rumah Karla pada Sabtu pekan lalu.
Sebab, acara tasyakuran itu dikemas mirip pesta pernikahan. Karla mengenakan kebaya merah menyala dan rambutnya disanggul lengkap dengan hiasan ronce bunga melati. Sedangkan, Dumani mengenakan jas hitam, dasi merah, peci hitam, dan juga berkalung ronce melati. Keduanya duduk bersanding di kursi yang dekorasi belakangnya sering dijumpai dalam acara pernikahan adat Jawa.
“Siapa bilang (kami) menikah sesama jenis? Itu tidak benar. Toh, tidak ada penghulu atau surat-surat dari balai desa. Kemarin itu hanya acara tasyakuran biasa,” kata Karla. Dia berujar, dalam tasyakuran itu, sama sekali tidak ada kegiatan yang berbau resmi atau formal. "Kami hanya bersatu dalam urusan bisnis warung makan," ujar Karla.
Pernyataan Karla diamini Kepala Kepolisian Resor Boyolali Ajun Komisaris Besar Budi Sartono. “Tidak ada acara pernikahan sesama jenis di Boyolali. Sudah kami cek, hasilnya memang hanya acara tasyakuran,” kata Budi saat ditemui di kantornya pada Senin siang. Kendati demikian, Budi mengimbau agar acara tasyakuran semacam itu tidak diselenggarakan secara mencolok.
DINDA LEO LISTY