TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Brigadir Jenderal Agus Rianto pernah mengatakan dugaan penyuapan terhadap anggota Kepolisian Lalu Lintas (Polantas) seperti yang tersebar melalui YouTube tidak benar adanya.
Rekaman video dugaan penyuapan itu sebelumnya diunggah oleh Adlun Fiqri Pramadhani dengan judul "Kelakuan Polisi Minta Suap di Ternate". Gara-gara video tersebut Adlun ditahan oleh Kepolisian Daerah Mauluku karena diduga mencemarkan nama baik intitusi kepolisian, termasuk Polres Ternate.
ADLUN DIBEBASKAN
Kenapa Adlun, Unggah Video Polisi Penilang, Jadi Tersangka?
Save Adlun, Polri: Itu Bukan Suap tapi Titip Uang
Menurut Kepolisian, tindakan mahasiswa Universitas Khairun, Kota Ternate Selatan, tersebut digolongkan dalam perbuatan pencemaran nama baik. Karena itu, penyidik Kepolisian menjerat Adlun dengan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Penangkapan Adlun memantik reaksi dan simpati masyarakat terhadap Aldun, sehingga muncul gerakan #SaveAdlunFiqri di media sosial yang mendorong kepolisian untuk melepaskan Adlun pada Sabtu, 3 Oktober 2015, pukul 09.00. Menurut pengacara Adlun, penahanan kliennya ditangguhkan.
Agus menegaskan uang yang diserahkan oleh pengemudi yang diduga melanggar aturan lalu lintas kepada polantas bukan suap. "Itu bukan suap, orang itu (yang dalam video) menitip uang denda sidang karena tilang. Kalau dibilang suap, ya salah dong," kata Agus di Markas Besar Polri, Jumat, 2 Oktober 2015.
TRAGEDI BOCAH DALAM KARDUS
Putri Kalideres Dibunuh: Siapa Si Kurus Bersweter Abu-abu?
Putri Kalideres Dibunuh: Jejak 3 Pria dan Kardus Cokelat
Namun pernyataan Agus yang juga jenderal berbintang satu itu bertolak belakang dengan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terutama aturan dalam Pasal 30.
Menurut Pasal 30 PP Nomor 80 Tahun 2012, pembayaran uang denda tilang pelanggaran lalu lintas dilakukan setelah adanya putusan pengadilan. "Atau dapat dilakukan saat pemberian surat tilang dengan cara penitipan kepada bank yang ditunjuk oleh pemerintah," demikian bunyi pasal tersebut.
Sesuai aturan tersebut, pembayaran uang denda setelah adanya putusan pengadilan dilakukan jika pelanggar atau kuasanya menghadiri persidangan. Besar pembayaran uang denda harus sesuai dengan putusan pengadilan. Menurut UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas, denda maksimal Rp 500 ribu.
LARISSA HUDA | BC
GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965
G30S 1965: Ini Alasan Amerika Mengincar Sukarno
EKSKLUSIF G30S: Sebelum Didor Aidit Minta Rokok ke Eksekutor
EKSKLUSIF: Kisah Kolonel TNI Tembak Leher Ketua CC PKI Aidit