TEMPO.CO, Jakarta - Kepergian Adnan Buyung Nasution meninggalkan duka mendalam bagi segenap warga Indonesia, tak hanya mereka yang berkecimpung di dunia hukum dan kalangan pengacara. Pria kelahiran Jakarta, 20 Juli 1934, ini memang dikenal sebagai seorang advokat handal, aktivis pro demokrasi dan pendiri Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Dia juga pernah menjabat sebagai anggota DPR/MPR.
Tidak banyak yang tahu bahwa nama tengah Buyung sebenarnya adalah Bahrum. Pada akta kelahirannya, namanya tercatat sebagai Adnan Bahrum Nasution. Namun, Buyung menamai dirinya sebagau Adnan B. Nasution. Nama "Buyung" dia dapatkan karena dia sering dipanggil demikian oleh teman-teman dan kerabatnya.
Buyung dikenal sebagai sosok yang tangguh. Ketika Buyung berusia 12 tahun, Buyung hidup sendiri dengan adik semata wayangnya, Samsi Nasution, berdagang barang loakan di Pasar Kranggan, Yogyakarta. Di tempat itu pula, ibu Buyung yang bernama Ramlah Dougur berjualan es cendol. Sementara ayahnya, R. Rachmat Nasution, bergerilya melawan Belanda pada tahun 1947 hingga 1948.
Sang ayah merupakan sosok yang bisa dibilang memberikan banyak pengaruh pada Buyung kecil. Rachmat Nasution adalah seorang pejuang gerilya dan reformasi. Dia juga merupakan pendiri kantor berita Antara dan harian Kedaulatan Rakyat. Selain itu, Rachmat juga merintis The Time of Indonesia.
Baca juga:
3 Alasan Kenapa Kita Sangat Kehilangan Bang Buyung
Ini Pesan Terakhir Adnan Buyung Nasution kepada Keluarga
Adnan Buyung Wafat, Hotma Sitompul Dapat Firasat
Berkat keaktifan sang ayah dalam politik, ketika SMP Buyung mengikuti Mobilisasi pelajar (mopel). Dalam karirnya di organisasi tersebut, Buyung ikut berdemonstrasi terhadap pendirian sekolah NICA di Yogyakarta.
Gagasan mendirikan LBH merupakan refleksi ketika Buyung menjalankan persidangan. Menurut Buyung, para terdakwa selalu pasrah menerima dakwaan. Melihat itu, Buyung beranggapan mereka butuh pembela. Namun, ide tersebut baru dapat dia realisasikan setelah dia melanjutkan belajar hukum di Universitas Melbourne.
Di sana Adnan Buyung belajar bahwa Lembaga Hukum memiliki pola, model, dan bentuk. Kemudian, dia membagi ide tersebut kepada Kepala Kejaksaan, Agung Soeparto. Menurut Agung Soeparto, belum waktunya ide tersebut direalisasikan. Hal tersebut memacu Buyung untuk mendapatkan banyak persetujuan. Kemudian, dia melakukan pendekatan dengan banyak petinggi hukum, seperti Yap Thiam Hien, Lukman Wiryadinata, dan Ali Moertopo. Melalui Ali Moertopo, ide tersebut sampai di telinga Presiden Soeharto.
Tidak berapa lama kemudian, Buyung mendapatkan persetujuan dan dukungan dari pemerintah. Selain presiden, Buyung juga mendapatkan suara dari Ali Sadikin Gubernur Jakarta saat itu. Sehingga, pada 28 Oktober 1970, lahirlah LBH yang diketuai oleh Buyung sendiri. Pada pembukaan LBH tersebut, Buyung mendapatkan bantuan berupa 10 skuter dari pemerintah.
Buyung menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, pukul 10.15 pagi ini. Adnan disemayamkan di rumah duka Poncol Lestari nomor 7 Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Rencananya, Buyung akan dimakamkan di Pemakaman Tanah Kusir pukul 08.00, besok.
DEWI SUCI RAHAYU
Simak videonya: