TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane, memberikan dua catatan atas kinerja kepolisian dalam menangani situasi di Kabupaten Tolikara, Papua, yang akhirnya berujung rusuh tepat pada pelaksanaan salat Idul Fitri, Jumat, 17 Juli 2015.
Pertama, kata dia, adalah meningkatkan kinerja Intelijen Keamanan (Intelkam) di daerah rawan konflik. "Intelkam harus bisa mengubah kinerja Polri sebagai pemadam kebakaran menjadi pengurai api agar konflik tidak muncul ke permukaan," ujarnya, Senin, 20 Juli 2015.
Kedua, kata Neta, adalah perlunya meningkatkan koordinasi kerja antar-institusi intelijen terutama Intelkam Polri, BIN di daerah, dan intelijen TNI. "Sehingga potensi kerusuhan bisa dicegah sejak awal," ujarnya.
Bentrok Tolikara sendiri dipicu dari surat edaran Ketua GIDI wilayah Tolikara Pendeta Nayus Wenea dan Sekretaris GIDI Pendeta Marthe Jingga kepada umat muslim di Tolikara. Surat yang juga disampaikan ke Kepolisian Resor Tolikara dan pemerintah daerah tersebut, berisi larangan umat Islam merayakan Idul Fitri di Karubaga, Tolikara.
Mereka juga meminta umat Islam tak berjilbab. Pada surat edaran yang sama, Nayus menjelaskan pihaknya juga melarang pemeluk agama mendirikan tempat ibadah di Tolikara.
Baca Juga:
Surat tersebut ditembuskan ke kepolisian resor dan pemerintah daerah Tolikara beberapa hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Namun, Jumat lalu masyarakat muslim Tolikara tetap menggelar salat Idul Fitri dan mengumandangkan takbir dengan pengeras suara, di lapangan Makoramil 1702/Karubaga.
Lapangan tersebut berdekatan dengan penyelenggaraan KKR jemaat GIDI. Musala Baitul Mutaqin yang terletak di kompleks Makoramil ikut terbakar, bersama dengan beberapa kios dan rumah di sekitarnya.
Dalam situasi panas seperti itu, Neta mengatakan polisi seharusnya sudah melakukan pemetaan dan mempersiapkan antisipasi. "Sehingga tidak ada celah dan tidak menyebabkan meletus menjadi kerusuhan seperti terjadi kemarin," kata Neta. "Jika ada kapolsek, kapolres, dan kapolda tidak komit, Kapolri jangan segan-segan untuk mencopotnya."
REZA ADITYA