TEMPO.CO, Bandung - Center for Orang Utan Protection (COP) mengadakan kampanye serentak di sembilan kota di Indonesia termasuk di Bandung. Dalam kampanye itu, COP meminta masyarakat agar tidak melakukan eksploitasi terhadap Orang Utan.
“Kampanye ini bertemakan Orang Utan bukan mainan, dengan target agar masyarakat stop berfoto bersama Orang Utan dan sirkus yang menggunakan satwa liar yang dilindungi terutama Orang Utan,” kata Koordinator COP kota Bandung, Ikhwanussafa Sadidan kepada Tempo, saat kampanye itu berangsung di Alun-Alun Ujung Berung, Kota Bandung, Selasa, 7 Juli 2015.
Menurut Ikhwanussafa, bentuk ekspoitasi terhadap Orang Utan itu bermacam-macam. Mulai dari pemeliharaan, befoto bersama, hingga memperjualbelikan Orang Utan. Awalnya, ujar IKhwanussafa, akibat berfoto ria bersama Orang Utan di kebun binatang membuat perdagangan Orang Utan kian marak.
“Perlu diketahui sekarang populasi Orang Utan di Indonesia itu ada dua jenis habitat, ada Orang Utan Kalimantan dan ada juga Orang Utan Sumatra. Untuk di Kalimantan itu, sekarang ada sekitar 50 sampai 60 ribu ekor, kalau Orang Utan Sumatra itu ada sekitar 6-7 ribu ekor lagi, dan itu sudah termasuk kategori satwa yang terancam punah,” ujarnya.
Padahal, kata Ikhwanussafa, sekitar 20 tahun yang lalu, populasi Orang Utan itu mencapai sekitar 200 ribu ekor. Namun akibat maraknya perdagangan Orang Utan, sekarang populasinya drastis menurun. “Tiap tahunnya angka eksploitasi Orang Utan terus mengalami peningkatan,” ucap dia.
“Ditambah lagi dengan sekarang kita udah masuk eranya teknologi ya, media sosial mudah, akses internet mudah, bahkan jual beli hewan satwa seperti Orang Utan itu sudah menggunakan media sosial,” ujarnya.
Makanya, melalui kampanye itu, COP berharap agar masyarakat bisa membuka matanya untuk tidak mengeksploitasi satwa liar yang notabene dilindungi laiknya Orang Utan. Karena bagaimanapun juga ketika populasi orang uta semakin berkurang maka akan menyebabkan luruhnya keseimbangan alam.
“Orang Utan itu memiliki DNA 97 persen sama dengan manusia, dan sekarang statusnya satwa yang sudah terancam punah, Orang Utan itupun merupakan hewan endemic asli Indonesia. Keseimbangan alam juga terganggu,” katanya.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Sylvana Ratina mengatakan tindakan memperjualbelkan, memelihara ataupun mengambil hidup atau mati satwa liar yang dilindungi itu akan dikenai hukuman pidana.
Menurut Sylvana, saat ini sangat marak sekali perdagangan satwa liar yang dilindungi. Untuk di Jawa Barat, penangkapan pelaku yang melakukan penjualan satwa liar itu, sekitar pertengahan bulan Januari 2015 kemarin.
“Ditangkap ya orang yang menyelundupkan Orang Utan di Garut dan kita sudah proses, dan Orang Utannya dititipkan sementara di TPS Cikananga, itu kebetulan 1 ekor dari 33 jenis satwa yang diperjualbelikan oleh pelaku secara online,” ujar Sylvana saat dihubungi Tempo, Selasa, 7 Juli 2015.
Selain itu, ucap Sylvana, kalau jenis satwa dilindungi yang berasal dari Jawa Barat itu memang jarang ditemukan, namun kebanyakan sindikat pedagang satwa liar itu memperjualbelikan satwa-satwa endemic Indonesia timur, seperti Papua, Maluku, Sulawesi, Nusa tenggara, dan yang lainnya. “Di Jawa Baratnya itu, persinggahan aja,” ujarnya.
AMINUDIN