TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Direktur The Wahid Institute, Rumadi, menyatakan ada perubahan signifikan di kalangan muslim dalam menyikapi perbedaan. "Sekarang ada model baru, yaitu tren berupa keinginan memusnahkan kelompok yang dianggap sesat," kata Rumadi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Rumadi berpendapat, tren tersebut telah menjadi suatu hal yang mengkhawatirkan. Padahal, kata Rumadi, dulu, keberadaan kelompok yang dianggap sesat cukup disikapi dengan memberikan nasihat. Di samping itu juga dilakukan diskusi, menurut Rumadi. Namun sekarang Rumadi melihat adanya pergeseran sikap.
Rumadi menyebutkan kelompok Ahmadiyah sebagai contoh. Rumadi sempat yakin bahwa kelompok Syiah tidak akan mendapat ancaman. Rumadi menuturkan Syiah merupakan bagian dari Islam yang sah. Namun Rumadi menyatakan dugaannya keliru.
Rumadi menjelaskan saat ini kelompok yang dianggap sebagai ancaman akan dihilangkan oleh kelompok tertentu. Jika kondisi semacam ini dibiarkan, Rumadi mengatakan hal itu menjadi contoh yang tidak baik. Rumadi juga menyebutkan peristiwa yang terjadi di Komunitas Salihara, Pasar Minggu, tanggal 4 Mei 2012, sebagai contoh lainnya.
Rumadi berpendapat, peristiwa tersebut sebagai teror, yang juga sudah masuk dalam ranah kepolisian. "Kepolisian seperti mendapat proyek dari kelompok vigilante," kata Rumadi. Menurut Rumadi, masalah konsep kebebasan beragama dan berpendapat tidak hanya ada di masyarakat, namun juga pemerintah.
Pada tanggal 4 Mei 2012, Komunitas Salihara menyelenggarakan sebuah diskusi. Acara diskusi dan peluncuran buku berjudul Iman, Cinta dan Kebebasan oleh tokoh feminis asal Kanada, Irshad Manji, di komunitas yang terletak di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, itu dibubarkan paksa oleh polisi. Pembubaran itu dilakukan setelah acara itu diprotes massa Front Pembela Islam.
MARIA YUNIAR