TEMPO.CO, Bandung -Nota Dinas Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf soal proses rotasi dan mutasi pejabat di pemerintahan provinsi Jawa Barat pada Gubernur Ahmad Heryawan dibenarkan oleh Kepala Biro Humas Protokol dan Umum, Sekretariat Daerah Jawa Barat Ruddy Gandakusumah.
Menurut Ruddy, gubernur sudah menanggapi nota itu dengan meneruskannya pada Badan Kepegawaian Daerah Jawa Barat. “Gak ada salahnya masukan itu,” kata dia. “(Gubernur) menganggap itu bagian dari fungsi pengawasan yang di emban dan dimiliki oleh Wagub.”
Anggota Komisi A DPRD Jawa Barat Deden Darmansah mengaku, sudah mengantungi salinan nota dinas yang diteken Dede Yusuf itu. Menurut dia, nota dinas yang diteken Dede itu tentang pengangkatan para pejabat PNS di lingkungan pemerintah provinsi Jawa Barat. ”Saya lihat memang ada semacam keluhan bahwa beliau (Wakil Gubernur) tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan akhir, tapi bahasanya memang sangat halus,” kata dia.
Dia menjelaskan, ada 5 butir substansi surat itu. Pada butir empat, Dede mengeluhkan soal Surat Keputusan mengenai mutasi, rotasi, dan promosi pejabat itu seringkali tidak diparaf oleh dirinya. “Seharusnya SK itu diparaf oleh Sekda dan Wagub, ” kata Deden.
Butir selanjutnya dalam nota itu menyebutkan agar hasil rapat yang dirumuskan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan atau Baperjakat menjadi rujukan gubernur dalam memutuskan rotasi, mutasi, dan promosi pegawai. Tapi, pada butir terakhir nota itu, Dede mengakui kewenangan soal itu ada pada gubernur. “Lima, mengakui ini kewenangan gubernur, jadi saya (wagub) hanya memberikan masukan dan informasi saja, demikian ditandatangani,” kata Deden.
Sementara butir sisanya dalam nota itu, Dede memberi saran agar pemindahan pejabat itu setelah melewati waktu minimal 1-1,5 tahun, sebab ada pejabat yang baru menempati posisinya 2-3 bulan lalu dipindah. Butir lainnya, Dede menyarankan agar diterapkan Merrit System atau urutan kepangkatan dalam rotasi, mutasi, dan promosi pejabat.
Soal nota dinas itu, politisi PDI Perjuangan itu menilai, tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh gubernur. Dia beralasan, aturan perundang-undangan yang ada saat ini mengatur kewenangan ini ada di tangan kepala daerah.
”Persepsi saya, ini masih dalam ranah eksekutif, kewenangan ini memang kewenangan gubernur, kalau proses itu tidak dilalui secara normatif, itu kan internal mereka,” kata Deden ”Saya melihat belum ada pelanggaran peraturan perundang-undangan yang signifikan.”
Dia mencontohkan, sistem kepegaiawan yang dianut pemerintah saat ini adalah sistem terbuka. ”Walaupun dia memang Golongan rendah, tapi memiliki prestasi bisa diangkat (menduduki jabatan tertentu),” kata Deden.
Deden mengatakan, protes semacam itu tidak akan jadi masalah lagi jika DPR sudah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. Dalam aturan baru itu jelas mengenai kewenangan soal pengangkatan pegawai ada di tangan Sekretaris Daerah, tidak lagi di tangan gubernur, untuk meminimalisir nuansa politis dalam pergeseran pejabat di pemerintahan daerah. ”Ini akan selesai kalau rancanagan undang-undang itu sudah ketuk palu,” kata Deden.
AHMAD FIKRI