TEMPO Interaktif, Bandung - Sekolah Jurnalis Indonesia (SJI) yang digagas Persatuan Wartawan Indonesia membuka pendidikan jurnalis di Bandung.
”Sekolah ini satu-satunya pendidikan jurnalisme di Indonesia yang merujuk model kurikulum yang dikeluarkan Unesco,” kata Direktur Yayasan SJI Zulkarimein Nasution di sela pembukaan sekolah itu di Bandung, Jumat (12/11).
Sekolah itu diluncurkan pertama kali, bersamaan dengan perayaan Hari Pers Nasional tahun lalu di Palembang. Di sana, paparnya, pendidikan itu sudah berjalan tiga angkatan, masing-masing diikuti 30 orang jurnalis. Pendidikan jurnalis yang dikelola SJI itu kini digelar di Bandung.
Zulkarimein mengatakan, gagasan mendirikan sekolah itu untuk memberikan pendidikan yang sama bagi jurnalis. Pendidikan yang digelar SJI selama hampir sebulan digelar setiap hari. Peserta pendidikan wajib menjalani ujian setiap harinya, untuk menentukan kelulusannya.
Ketua Umum PWI Margiono mengatakan, tujuan pendidikan itu untuk meningkatkan profesionalisme pekerja media. Jurnalis yang tidak profesional, katanya, malah bisa memicu bencana. Salah satu pemicunya, adalah sedikitnya jurnalis yang mengenyam pendidikan jurnalisitik.
Margiono menyebutkan, hanya sekitar 500 jurnalis yang ada saat ini mengenyam pendidikan di bidang jurnalistik. ”Sangat sedikit, dibandingkan (saat ini ada) 100 ribu orang yang berpraktek seperti dan seolah-olah wartawan,” kata Margiono.
PWI mengagas pendirian sekolah itu untuk mendongkrak jumlah jurnalis yang mengenyam pendidikan bidang jurnalistik. Untuk menyelenggarakan pendidikan itu, PWI meneken nota kesepahaman dengan Kementerian Pendidikan Nasional. Margiono menyebutkan, bantuan Kementerian itu salah satu sumber dana SJI.
Margiono mengatakan, kelebihan sekaligus kekurangan pendidikan ini, terletak pada biayanya yang relatif mahal. Biaya yang dibutuhkan untuk membiayai seorang peserta untuk mengikuti pendidikan itu mencapai Rp 5 juta.
Instruktur untuk menjadi pengisi materi pendidikan itu masih terbatas. ”Dari 80 orang pemegang kartu pers kelas 1, hanya 13 orang yang lolos dan berhak mengajar di sini, yang lain tidak boleh mengajar, termasuk Ketua Umum PWI,” kata Margiono.
Margiono mengatakan, pendidikan semacam ini dibutuhkan untuk mengajarkan independensi bagi wartawan. Dia mengingatkan, masalah yang mempengaruhi independesi wartawan tidak sebatas tawaran amplop dari narasumber.
Masih ada, katanya, yang lebih bahaya dari itu. Di antaranya, dia mencontohkan, deal-deal yang dilakukan pemilik industri pers dengan pihak lain yang mempengaruhi pemberitaan.
Bentuk kerja sama partnership, yang dilakukan media dengan pihak di luar perusahaan itu juga mesti diwaspadai. Kerjasama semacam ini, katanya, bisa mempengaruhi kebijakan redaksi.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, saat membuka pendidikan itu mengingatkan, independensi tidak cukup. Perusahan media dimintanya agar memperhatikan kesejahteraan wartawannya.
AHMAD FIKRI