TEMPO.CO, Muaro Jambi - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Yayasan Mitra Aksi, dan Tempo.co menggelar pelatihan jurnalisme warga di Pusat Pelatihan Mitra Aksi, Muaro Jambi, 19-20 November 2015. Widodo Sambodo, Direktur Kemitraan Lingkungan KLHK mengatakan pelatihan "wartawan desa" dimaksudkan untuk mencetak warga yang mampu melaporkan peristiwa di wilayahnya menggunakan kaidah dan metode jurnalistik.
“Dengan begitu, diharapkan informasinya bisa berguna untuk memecahkan persoalan di wilayah tersebut,” ujar Widodo saat membuka pelatihan tersebut.
Pelatihan ini diikuti 20 peserta dari desa-desa di enam kabupaten di Provinsi Jambi, meliputi Merangin, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat dan Timur, Tebo, dan Kerinci. Pelatihan serupa bersama Kementerian Lingkungan Hidup telah digelar di Depok dan Bandar Lampung. “Berikutnya di Padang,” kata Widodo.
Widodo mengatakan ada banyak persoalan di desa-desa yang tidak terangkat ke publik, padahal persoalan itu bisa jadi penting untuk dikabarkan. Dalam kasus lingkungan, misalnya berkaitan dengan pencemaran lingkungan, perkebunan, hingga hutan lindung. KLHK juga mendapat mandat dari presiden untuk menjalankan program Nawa Cita ke-3. “Yakni membangun dari pinggiran, dari desa.”
Untuk menjamin warga desa mendapatkan haknya, kata Widodo, warga perlu dibekali kemampuan melaporkan peristiwa di desanya dengan baik dan akurat. Karena itu, KLHK bekerja sama dengan Tempo, dalam hal ini Tempo.co, melatih warga lewat kemampuan jurnalistik.
Nilawaty dari Mitra Aksi mengungkapkan di Jambi ada banyak persoalan yang menuntut kemampuan warga melaporkan masalah itu dengan baik. “Setelah asap, misalnya, ancaman banjir,” kata dia. “Jadi habis asap, terbitlah banjir.”
M. Nawawi, 63 tahun, peserta tertua, mengatakan mengikuti pelatihan ini untuk menambah pengalaman. “Saya juga ingin tahu seperti apa kerja wartawan dan bagaimana saya bisa menyampaikan masalah di wilayah saya sehingga bisa diselesaikan,” kata pensiunan Sekretaris Desa Simpang Sungai Duren, Muaro Jambi.
Dalam program ini, warga dilatih untuk melaporkan fakta berupa peristiwa yang dialaminya sendiri, hasil observasi atau pengamatan, dan data primer atau sekunder. Panjang laporan 140 huruf, mencakup informasi tentang apa, siapa, kapan, dan di mana peristiwa itu terjadi. “Informasi mengenai mengapa dan bagaimana dibelakangkan, diserahkan kepada jurnalis,” ujar Gabriel Titiyoga kepada peserta.
Kenapa 140 huruf?
Harry Surjadi, yang memperkenalkan sistem ini di Indonesia pada 2011, mengatakan dalam pelatihan sebelumnya, panjang laporan 140 karakter sesuai dengan jumlah karakter SMS yang menjadi platform pengiriman informasi ini kepada Tempo.co. “Ini demi menjangkau warga di wilayah dengan akses telekomunikasi terbatas,” ujarnya.
Seperti yang dialami salah satu peserta pelatihan, Usman Ali, warga Kabupaten Merangin Jambi, ia mengaku sinyal telepon seluler di desanya memprihatinkan. “SMS bisa dikirim, tapi itu pun kami harus naik ke atas bukit untuk mendapat sinyal,” ujarnya.
Selanjutnya, SMS warga dikirim ke Tempo.co. Setelah disunting, informasi akan ditayangkan di laman TempoSMS. Pada saat yang sama, informasi itu diteruskan kepada para pihak yang terkait, dari pemerintahan hingga perusahaan.
YOSEP S.