Didesak Mundur, Setya Novanto Kukuh Tak Langgar Kode Etik  

Rabu, 16 Desember 2015 00:51 WIB

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Setya Novanto bersiap kembali menjalani sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 7 Desember 2015. Sidang etik tersebut membahas kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang diduga dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto, Firman Wijaya, mengatakan, kliennya tetap merasa tidak melanggar kode etik terkait dengan kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

"Aduan dan kesaksian itu tidak punya dasar pembuktian etik yang jelas. Kami hanya berpegang pada prinsip illegal evidence yang telah diserahkan oleh pengadu. Pak Setya meyakini bahwa bukti rekaman itu ilegal," kata kuasa hukum Setya, Firman Wijaya, saat dihubungi pada Selasa, 15 Desember 2015.

Dalam laporannya kepada MKD, Sudirman menyerahkan bukti rekaman percakapan antara Setya Novanto, pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Rekaman itu pun diperdengarkan dalam sidang MKD saat meminta keterangan dari Sudirman dan Maroef.

Namun menurut Firman, rekaman tersebut tidak bisa menjadi acuan karena bukan merupakan bukti rekaman yang asli. Sebelumnya, Maroef--yang merekam percakapan itu--sudah menyerahkan bukti rekaman tersebut kepada Kejaksaan Agung yang juga tengah menyelidiki kasus ini.

"Ini adalah contempt of ethic yang dilakukan pihak-pihak pengadu. Alat bukti yang bertolak belakang satu sama lain dapat menjadi indikasi bahwa apa yang diadukan tidak punya dasar penentuan," kata Firman.

Selain itu, Firman mengingatkan agar MKD memperhatikan ketentuan Pasal 32 UU Nomor 39 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi melalui media elektronik dan tidak boleh diganggu terkecuali ada perintah pengadilan. "Surat dari Komnas HAM tadi menegaskan bahwa kerahasiaan pembicaraan tidak boleh dilanggar," katanya.

Menurut Firman, surat dari Komnas HAM yang ditujukan kepada Novanto tersebut memiliki otoritas yang kuat. "Saya rasa sudah terjadi pelanggaran HAM kepada Pak Setya. Tuduhan tentang pencatutan saham itu kan tidak ada. Ini kan spekulasi yang membingungkan. Arena ini harusnya juga jadi arena keadilan," ujarnya.

ANGELINA ANJAR SAWITRI

Berita terkait

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

15 jam lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

20 jam lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

22 jam lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo, Kilas Balik Luka Lama Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah dengan PKS

1 hari lalu

Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo, Kilas Balik Luka Lama Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah dengan PKS

Kabar PKS gabung koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran membuat Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah keluarkan pernyataan pedas.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

1 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

2 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

2 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

5 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

5 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

5 hari lalu

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

Pasca-putusan MK, pasangan Prabowo-Gibrang resmi ditetapkan KPU sebagai pemenang pemilu. Sumpah jabatan mereka akan diikrarkan pada Oktober 2024.

Baca Selengkapnya