Sidang MKD & Akal-akalan Selamatkan Setya Novanto
Editor
Widiarsi Agustina
Jumat, 11 Desember 2015 12:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang dugaan pelanggaran etik oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) semakin tak jelas. Penyebabnya, pimpinan MKD gagal mendapatkan bukti rekaman percakapan asli milik bos Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, di Kejaksaan Agung.
Padahal rekaman percakapan antara Setya, Maroef, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid ihwal permintaan saham PT Freeport Indonesia dan pembangkit listrik tenaga air di Urumuka, Papua, itu menjadi syarat persidangan lanjutan. Sidang akan maju setelah rekaman ini diuji di Laboratorium Forensik Kepolisian RI. Kesepakatan itu diketok MKD seusai pemeriksaan Novanto pada Senin, 7 Desember 2015.
Simak: Kasus Setya Novanto, PDIP: Kocok Ulang Pimpinan DPR
Anggota MKD, Akbar Faizal, mengatakan permintaan tersebut merupakan akal-akalan dan makin terlihat siapa yang bersandiwara. "Berarti memang tidak ada niat menyelesaikan kasus ini," ucapnya ketika dihubungi, Kamis, 10 Desember 2015.
Politikus Partai NasDem ini menuturkan Mahkamah bisa melanjutkan kasus tersebut tanpa rekaman asli dan uji forensik lantaran sudah mendapatkan keterangan saksi di persidangan. (Lihat video Golkar Mulai Serang Setya Novanto, Setya Novanto Bersikukuh Tidak Bersalah)
Kemarin, permintaan MKD ihwal bukti rekaman ditolak Kejaksaan Agung. Wakil Ketua MKD Junimart Girsang enggan mengatakan dampak ditolaknya permintaan itu terhadap persidangan kasus Novanto. "Kami rapatkan dulu," ucap politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Simak: Setya Novanto Laporkan Sudirman Said, JK: Namanya Juga Usaha
Darizal Basir, anggota MKD, menolak menyebutkan 12 anggota yang ngotot meminta bukti rekaman dan uji forensik. Sedangkan yang memilih tak perlu bukti rekaman asli itu adalah Akbar, Junimart, Sarifuddin Sudding (Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat), Guntur Sasono (Fraksi Partai Demokrat), dan dia (Fraksi Demokrat).
Ia berharap kasus ini selesai sebelum reses sidang pada 18 Desember nanti. "Soal sanksi, saya belum tahu, karena Setya membantah semuanya," ucapnya.
Simak: Papa Minta Saham, Fadli Zon: Catut Nama Presiden Itu Biasa
Anggota MKD, Ridwan Bae, mengatakan sidang kasus ini seharusnya berhenti dengan ditolaknya permintaan rekaman. "Gimana mau lanjut kalau tidak ada legalitas dan keaslian rekaman," ujar kolega Setya di Partai Golongan Karta tersebut.
Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad menilai rekaman itu belum cukup untuk mengukur pelanggaran etik Setya. "Alat bukti berupa kopian yang belum bisa dipastikan kebenarannya," ujar politikus Partai Gerakan Indonesia Raya itu, kemarin.
Simak: Papa Minta Saham Dinilai Tak Cukup Bukti, Ini Alasan MKD
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah mengaku menolak memberikan rekaman asli itu kepada empat anggota MKD yang mendatanginya kemarin. "Kami hanya dititipi alat itu," tuturnya.
Menurut dia, pemilik rekaman, Maroef, membuat surat pernyataan agar alat rekaman hanya digunakan Kejaksaan Agung. "Dia tidak beri izin siapa pun meminjam rekaman itu, kecuali Kejaksaan Agung," ucapnya. Arminsyah pun hanya memberikan fotokopi surat Maroef itu.
Simak: Ini Alasan Kejaksaan Ogah Pinjamkan Rekaman Setnov ke MKD
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris mengatakan Setya harus mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR agar sidang MKD tidak “masuk angin”. Dia menengarai Mahkamah berpotensi meloloskan Setya dari dugaan pelanggaran etik.
HUSSEIN ABRI YUSUF | ISTMAN M.P. | MITRA TARIGAN | ANGELINA ANJAR SAWITRI | DEWI SUCI RAHAYU | ISTIQOMATUL HAYATI