TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu Jawa Tengah menemukan pelanggaran netralitas pegawai negeri sipil semakin marak di kabupaten/kota di Jawa Tengah. Anggota Bawaslu Jawa Tengah Teguh Purnomo menyatakan pelanggaran netralitas pegawai negeri sipil itu tidak hanya melibatkan pegawai bawahan tapi menggunakan struktur birokrasi pejabat tinggi seperti sekretaris daerah.
“Bahkan ada beberapa daerah yang indikasi pelanggaran PNS-nya sangat menghangat, seperti di Pemalang, Sragen, dan Boyolali,” kata Teguh di Semarang, Ahad 4 Oktober 2015.
Teguh menyatakan bentuk dugaan pelanggaran netralitas di masing-masing daerah berbeda-beda. Teguh mencontohkan di Kabupaten Pemalang, pejabat setempat menarik tiga pegawai negeri sipil yang selama ini bertugas di Kantor Sekretariat Panitia Pengawas Pemilu Pemalang. Karena PNS-nya ditarik maka kegiatan Panwaslu Pemalang terhambat. Anggaran tidak bisa dicairkan.
Teguh menduga penarikan PNS itu buntut kebijakan Panwaslu yang mengabulkan salah satu pasangan calon yang sebelumnya tak lolos verifikasi. Tadinya, pasangan calon hanya ada dua pasangan tapi dengan adanya putusan Panwaslu itu maka menjadi tiga pasangan calon.
“Ada salah satu pasangan calon yang seperti tak terima atas putusan Panwaslu. Sekda lalu menarik tiga PNS-nya,” kata Teguh.
Tak hanya itu, di Pemalang juga ramai ihwal stiker yang diterbitkan Bawaslu Jawa Tengah. Stiker yang dipersoalkan itu berbunyi: ”Ingat PNS adalah pelayan masyarakat bukan boneka para penguasa”. Padahal, kata Teguh, dengan stiker itu justru menaikan derajat PNS. “Selain itu, di daerah lain juga tidak ada gejolak tapi kenapa di Pemalang dipersoalkan,” kata Teguh.
Teguh menambahkan ketidaknetralan birokrasi juga terjadi di Sragen. Salah satunya, Panwaslu cukup tegas mencopoti poster-poster inkumben, akhirnya pemerintah setempat tidak memberikan anggaran yang memadai. Dari Rp 1 miliar lebih yang diajukan, hanya diberi Rp 100 juta. Padahal, anggaran Rp 1 miliar lebih itu sangat penting karena untuk gaji dan operasional pengawasan. Teguh menyatakan dengan anggaran Rp 100 juta maka dipastikan kinerja Panwaslu Sragen tak akan maksimal.
“Seharusnya Panwaslu tidak boleh ditekan-tekan,” kata Teguh.
Bawaslu mendesak pemerintahan masing-masing kabupaten/kota bisa proporsional dalam menghadapi kinerja Panwaslu. Panwaslu, kata Teguh, pasti bekerja sesuai dengan aturan dan ketentuan yang ada. Bawaslu akan memberikan perhatian khusus kepada daerah-daerah yang Panwaslu-nya selalu mendapatkan tekanan dari birokrasi.
Dalam berbagai kesempatan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta agar jajaran birokrasi menjaga netralitas dalam proses pilkada.