TEMPO Interaktif, Jakarta:Ketua I Fraksi PDI Perjuangan di DPR Panda Nababan meminta pemerintah menjelaskan butir-butir nota kesepahaman perjanjian damai dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sebelum mengajukan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh ke DPR. "Ada banyak hal yang perlu diperjelas, terutama dalam rangka pembahasan RUU Aceh nanti,"katanya. Sebelumnya, Ketua DPR Agung Laksono mengirim surat meminta pemerintah menjelaskan ihwal nota kesepahaman antara pemerintah dan GAM kepada setiap komisi di parlemen. "Tapi, sampai sekarang, belum ada penjelasan menyeluruh. Baru kepada beberapa komisi dan sifatnya parsial,"kata Panda. Sejumlah pasal kontroversial dalam RUU Aceh, seperti soal kewenangan pemerintah daerah, perlunya persetujuan Gubernur dan DPRD Aceh dalam setiap perumusan kebijakan terkait daerah itu dan alokasi dana bagi hasil sumber daya alam Aceh, potensial terganjal jika pemerintah tak menjelaskan tuntas isi nota kesepahaman. "Misalnya soal perlunya pemerintah pusat dan DPR meminta persetujuan Gubernur dan DPRD Aceh sebelum mengeluarkan kebijakan. Itu seperti negara federal,"kata Panda. PDI Perjuangan, menurut Panda, tidak keberatan setiap kebijakan negara dirumuskan dengan melibatkan rakyat. "Tapi kita juga punya prinsip ketatanegaraan," katanya. Jika dipaksakan masuk ke parlemen dengan rumusan seperti itu, Panda menilai sejumlah peraturan lain perlu diamendemen. Misalnya UU tentang Pemerintahan Daerah, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan sejumlah UU lainnya. Tak hanya itu, sampai saat ini RUU Aceh belum masuk daftar prioritas UU dalam program legislasi nasional tahun ini. "Ini juga akan jadi perdebatan, apakah RUU Aceh itu urgen untuk dibahas tahun ini atau tidak. Pemerintah harus meyakinkan DPR bahwa RUU ini harus segera dibahas,"kata Panda.Wahyu Dhyatmika