Calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso berpose saat bersiap untuk menjalani Uji Kepatutan dan Kelayakan (Fit and Proper Test) bersama Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 30 Juni 2015. Sutiyoso memaparkan sejumlah visi dan misinya mengenai ancaman ideologi, terorisme, separatisme yang mulai melalui dunia maya. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Sutiyoso, 70 tahun, dinyatakan lulus uji kepatutan dan kelayakan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara. Proses uji kelayakan digelar hari ini, Selasa, 30 Juni 2015, di Komisi Pertahanan dan Intelijen Dewan Perwakilan Rakyat.
Keputusan itu diambil setelah sepuluh fraksi di DPR secara aklamasi mendukung purnawirawan jenderal itu menjadi Kepala Badan Intelijen Negara. "Maka Komisi I memutuskan menerima dan mendukung Sutiyoso sebagai calon Kepala BIN," kata Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq, Selasa, 30 Juni 2015. (Baca: Di Usianya 70 Tahun, Sutiyoso Ikuti Uji Kelayakan Kepala BIN)
Beberapa hal menjadi fokus pertanyaan DPR terhadap Sutiyoso dalam uji kelayakan hari ini. Di antaranya soal netralitas Sutiyoso, mengingat latar belakang politiknya sebagai mantan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Juga sejumlah kasus yang membelit bekas Gubernur DKI Jakarta ini, seperti kasus penyerangan kantor Partai Demokrasi Indonesia tahun 1996 ketika ia masih menjabat Panglima Kodam Jaya. (Baca: Calon Bos BIN, Sutiyoso, Pernah Melanggar Pemilu)
Dalam pemilihan presiden tahun lalu, PKPI adalah salah satu partai politik pendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hasil uji kelayakan dan kepatutan DPR diharapkan menjadi bahan pertimbangan Presiden Joko Widodo saat mengambil keputusan akhir. (Baca: Fahri Hamzah Akan Sandingkan Sutiyoso dengan CIA dan KGB, Asalkan...)
Posisi DPR dalam proses penetapan Kepala BIN bukan untuk menerima atau menolak calon yang diajukan presiden, karena sepenuhnya itu merupakan hak prerogatif presiden, mengingat UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara menyebutkan penunjukan Kepala BIN tidak membutuhkan persetujuan, melainkan pertimbangan dari DPR.