TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat dianggap salah mengartikan Pasal 80 huruf (j) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014. Pasal itu, menurut Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun, tidak mengatur anggota dewan bisa mendapatkan alokasi APBN sekian persen untuk membangun daerah pemilihan.
"Jangan biarkan anggota dewan menjadi broker APBN atau broker proyek," kata Refly saat dihubungi, Jumat, 12 Juni 2015.
Dalam konteks ketatanegaraan, kata Refly, dana aspirasi Rp 20 miliar per tahun ini menyalahi tugas pokok dan fungsi anggota dewan. Yaitu fungsi legislasi, budgeting, dan pengawasan. "Pelaksanaan proyek-proyek di Dapil itu biarkan saja di eksekutif," kata dia.
Pasal 80 huruf (j) menyebutkan anggota dewan berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan di daerah pemilihan. Usulan ini lalu diajukan ke pemerintah agar bisa dimasukkan dalam program Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional.
Bila disetujui, pemerintah akan mengalokasikan dana proyek usulan anggota dewan dalam APBN dan diserahkan ke APBD sebagai Dana Alokasi Khusus.
Namun, Refly khawatir usulan proyek di Dapil merupakan titipan. "Nah, daripada nanti malah berpotensi korupsi, baiknya tidak usah saja. Biarkan dewan kembali ke tugas utamanya. Memperjuangkan program pembangunan di Dapil bisa dilakukan bila tugas itu dikerjakan dengan baik dan benar," kata dia.