Presiden Jokowi, 2 Resep Ini Akan Selamatkan KPK
Editor
Yosep suprayogi koran
Senin, 9 Februari 2015 05:41 WIB
TEMPO.CO, Tak selayaknya Presiden Joko Widodo berpangku tangan menyaksikan gelombang kriminalisasi yang menghembalang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menjadi tersangka kasus sumpah palsu, hanya dalam hitungan hari Ketua KPK Abraham Samad pun akan menyandang predikat serupa.
Samad dibidik dalam kasus pemalsuan dokumen yang melibatkan Feriyani Lim, seorang perempuan asal Pontianak. Lim dituding menggunakan kartu keluarga milik Samad di Makassar untuk membuat paspor dan kartu tanda penduduk. Sebelumnya, dua pimpinan KPK lainnya telah pula dilaporkan ke polisi. Adnan Pandu Praja dituding mengambil secara ilegal saham PT Daisy Timber di Kalimantan Timur pada 2006. Adapun Zulkarnain dituduh menerima suap mobil Toyota Camry dan uang Rp 5,8 miliar pada 2008.
Sulit ditolak, kriminalisasi ini merupakan buntut penetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka KPK. Status itu membuat Budi urung dilantik sebagai Kepala Polri meski sebelumnya sudah diusulkan Presiden dan diuji oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Para pendukung Budi yakin, calon Kepala Polri itu pun telah menjadi korban kriminalisasi. Ia dibidik kasus lama pada saat proses seleksi sebagai kepala polisi sedang berlangsung.
Rangkaian fakta ini mudah membuat pikiran tersesat. Seolah-olah, yang sedang terjadi adalah kriminalisasi berbalas kriminalisasi. Pandangan ini berpendapat, jika ingin persoalan selesai, kedua pihak mesti menghentikan proses penyidikan, misalnya melalui mekanisme pra-peradilan. Pembatalan proses akan membuat polisi dan KPK kembali ke titik nol. Padahal, kasus Budi Gunawan sudah dilacak jauh hari, sedangkan perkara Bambang Widjojanto sebetulnya sudah dicabut lima tahun silam.
Jika tiga pemimpin KPK menjadi tersangka, Komisi akan lumpuh. Kode etik KPK menyebutkan, pimpinan yang berstatus tersangka harus nonaktif dan mengundurkan diri jika menjadi terdakwa. Sebelum ini terjadi, Presiden harus mengambil tindakan. Pertama, membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) yang memastikan pimpinan Komisi mendapat imunitas dari persoalan hukum selama ia masih menjabat. Landasan kebijakan ini adalah Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia. Aturan impunitas ini telah diterapkan sejumlah negara, seperti Australia, Malaysia, dan Hong Kong.
Kedua, membentuk perpu untuk mengangkat pimpinan KPK sementara--menggantikan mereka yang nonaktif. Pimpinan KPK periode pertama dan kedua bisa dipertimbangkan untuk mengisi kekosongan. Selain tak diragukan kredibilitasnya, mereka telah mengetahui proses kerja Komisi. Kasus Budi Gunawan dengan demikian bisa dituntaskan. Presiden tak boleh dibiarkan “tertular” oleh jalan pikir sesat yang menawarkan “win-win solution”.
Hanya dengan langkah ini KPK bisa diselamatkan dan Jokowi terhindar dari tudingan mengkhianati janji kampanyenya sendiri.
Editorial Koran Tempo, 4 Februari 2015