Massa anti korupsi bertopeng Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto, menggelar aksi di halaman Gedung KPK, Jakarta Selatan, 24 Januari 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengumpulkan tujuh pakar hukum dan tokoh masyarakat di Istana Negara pada Minggu malam, 25 Januari 2015. Seorang pakar yang hadir, Jimly Asshidique, mengatakan Jokowi meminta masukan terkait dengan kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri.
Jimly menuturkan para pakar yang hadir diminta Jokowi memberikan pandangan terkait dengan polemik tersebut. "Semua sepakat Jokowi harus bertindak tegas," kata Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ini saat dihubungi pada Senin, 26 Januari 2014. (Baca: Polisi Bisa Kecele, Saksi Malah Bela Bambang KPK)
Jokowi memang tidak bisa mengintervensi proses hukum yang berlaku. Namun, Jimly mengatakan, sebagai presiden, Jokowi harus turun tangan dengan bersikap tegas dan profesional.
Menurut Jimly, jangan sampai ada kriminalisasi terhadap KPK. Selain itu, Jokowi diminta menyelamatkan institusi kepolisian dengan memilih Kapolri yang tepat. "Membangun kepercayaan publik," katanya. (Baca: Saksi Ungkap Peran Bambang KPK di Kasus Pilkada Kotawaringin)
Selain Jimly yang ditunjuk sebagai juru bicara, enam tokoh lain yang diundang adalah mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Wakil Kepala Polri Oegroseno, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, guru besar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, mantan pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, dan Syafii Maarif yang berhalangan hadir.
Kisruh "Cicak Vs Buaya Jilid II" ini bermula dari penetapan tersangka atas Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Bambang diduga meminta saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa pemilihan Bupati Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Kemudian, Wakil Ketua KPK lainnya, Adnan Pandu Praja, juga dilaporkan ke Bareskrim dalam kasus sengketa kepemilikan saham. (Baca: Pengakuan Ratna Mutiara, Saksi Kunci Bambang KPK)