Banyak spekulasi mengatakan bahwa awan Cumulonimbus ini sebagai penyebab dari hilangnya pesawat AirAsia QZ8501. Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika mengatakan terdapat awan Cumulonimbus dalam rute penerbangan pesawat AirAsia QZ8501, 28 Desember 2014. KAREN BLEIER/AFP/Getty Images.
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar uji terbang dari FlightFocus Setyo Soekarsono mengatakan Airbus 320-200 masih bisa dikendalikan jika pesawat kehilangan daya angkat pada kemiringan lebih dari 30 derajat. Menurut dia, ada sistem pengaman otomatis yang mencegah pesawat mengalami bank angle atau meluncur tajam dalam kondisi mesin pesawat menyala.
"Pesawat masih dapat dikendalikan dan kembali stabil pada kondisi power on dan off dan dengan wing level dan turning flight 30 derajat," kata Setyo saat dihubungi, Rabu, 31 Desember 2014.
Setyo mengingatkan stabilitas pesawat tersebut hanya dijamin jika pesawat dalam kondisi normal tanpa turbulensi. Apabila pesawat menanjak tajam di dalam daerah turbulensi, dia memastikan sistem pengamanan tak berfungsi normal.
"Dalam kondisi turbulensi seperti dalam awan cumulonimbus, jika pesawat stall, maka hasil pengujian tidak valid," kata dia.
Menurut Setyo, pesawat tak akan bertahan di dalam pusaran awan cumulonimbus yang sangat dingin dan bermuatan petir. Pesawat, ujarnya, bisa masuk spin or spiral yg berarti akan kehilangan ketinggian dengan sangat cepat.
Airbus 320-200, kata Setyo, dilengkapi dengan semacam pemanas yang berfungsi ketika pesawat mengenai udara ekstrem. Pesawat ini juga dirancang tetap beroperasi di ketinggian maksimal, yaitu 39 ribu kaki.
Setyo yakin, AirAsia QZ8501 tak akan jatuh menukik ketika mencoba menghindari awan cumulonimbus. "Pesawat sipil dirancang untuk tidak terjun menghunjam (nosedive), paling tidak menungging dan hilang ketinggian lalu kembali dalam posisi stabil setelah mencoba mempertahankan kecepatan," kata dia.
Meski begitu, Setyo menyadari seluruh teori tersebut hanya berlaku saat pesawat berada di posisi stabil dan tidak mengalami turbulensi besar. Pilot perlu mengendalikan pesawat agar tetap stabil ketika terjadi turbulensi.
Jika pesawat terlanjur terjebak di awan cumulonimbus, dia menambahkan, pilot harus segera menggerakkan pesawat menjauhi awan. Dia mengibaratkan pesawat di dalam awan cumulonimbus layaknya kertas yg diombang-ambing angin. "Yang harus dilakukan adalah keluar secepatnya," kata Setyo.
Tim Badan SAR Nasional telah menemukan beberapa puing pesawat dan korban AirAsia QZ8501. Puing berbentuk potongan besar dan tubuh korban utuh dan tak ada luka bakar. (Baca juga: Evakuasi Air Asia, Jepang Kirim Dua Kapal Perang)
Pilot pesawat Kapten Indriyanto sempat meminta izin agar pesawat berpindah ketinggian di atas 38 ribu kaki untuk menghindari awan cumulonimbus. Namun, saat berada di ketinggian 34 ribu kaki, pesawat tak lagi terdeteksi radar. (Baca juga: Air Asia, Seperti Apa Tahun Baruan Kru Basarnas?)